PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Napza yang dapat juga sebagai upaya pencegahan HIV dan AIDS pada penasun dapat dilakukan melalui 3 pilar yaitu reduksi suplai, reduksi permintaan, dan pengurangan dampak buruk (harm reduction).Pengurangan dampak buruk (harm reduction) penyalahgunaan napza suntik untuk mencegah penularan HIV dilaksanakan secara komperhensif dan bersama-sama dengan semua pemangku kepentingan terkait.Program juga dikaitkan dengan upaya pengurangan kebutuhan napza suntik bagi penasun.
Baca Juga :
A. LATAR BELAKANG
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Napza yang dapat juga sebagai upaya pencegahan HIV dan AIDS pada penasun dapat dilakukan melalui 3 pilar yaitu reduksi suplai, reduksi permintaan, dan pengurangan dampak buruk (harm reduction).Pengurangan dampak buruk (harm reduction) penyalahgunaan napza suntik untuk mencegah penularan HIV dilaksanakan secara komperhensif dan bersama-sama dengan semua pemangku kepentingan terkait.Program juga dikaitkan dengan upaya pengurangan kebutuhan napza suntik bagi penasun.
Baca Juga :
Program pengurangandampak buruk (harm reduction) diIndonesia sendiri di atur oleh beberapa Undang0undang dan peraturan, antara lain adalah :
1. SK Menkes No. 567 / Menkes / SK / VIII / 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Napza.
2. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI No. 02 / Per / Menko / Kesra / I / 2007 tentang Kebiajakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik.
3. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010 dari Komisi Penanggulangan AIDS.
4. SK Menkes No. 350 / Menkes / SK / III / 2008 tentang Penetapan Lanjutan RS Pengampu dan Satelit serta Pedoman PTRM.
5. SK Menkes No. 421 / Menkes / SK / III / 2010 tentang Standar Pelayanan Terapi Rehabilitasi Napza.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
Pada tahun 2009, WHO, UNAIDS, dan UNODC secara bersama-sama merekomendasikan suatu paket intervensi komperhensif bagi penasun untuk mengurangi perilaku berisiko dan memperkecil dampaknya. Selain itu dengan dilaksanakannya paket intervensi komperhensif tersebut diharapkan bisa merealisasikan akses universal terhadap berbagai layanan kesehatan yang penting bagi penasun untuk mencegah penularan HIV dan merawat serta mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh AIDS. Paket penanggulangan HIV pada penasun yang komperhensif antara lain :
1. Layanan Alat Suntik Steril (LASS).
2. Terapi Substitusi Metadon.
3. Konseling dan Testing HIV.
4. Terapi Antiretroviral (ART).
5. Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS).
6. Komunikasi, Edukasi, dan Informasi.
7. Pencegahan, Vaksinasi, Diagnosis, dan Pengobatan Hepatitis.
8. Pencegahan, Diagnois, dan Pengobatan TB
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan program penyucihamaan ?
2. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program penyucihamaan ?
3. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program penyucihamaan ?
4. Apa yang dimaksud dengan program pemusnahan peralatan suntik bekas ?
5. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program pemusnahan peralatan suntik bekas ?
6. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program pemusnahan peralatan suntik bekas ?
7. Apa yang dimaksud dengan program layanan alat suntik steril ?
8. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program layanan alat suntik steril ?
9. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program layanan alat suntik steril ?
10. Apa yang dimaksud dengan program terapi rumatan metadon ?
11. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program terapi rumatan metadon ?
12. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program terapi rumatan metadon ?
13. Apa yang dimaksud dengan program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun ?
14. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun ?
15. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program penyucihamaan.
2. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program penyucihamaan.
3. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program penyucihamaan.
4. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program pemusnahan peralatan suntik bekas.
5. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program pemusnahan peralatan suntik bekas.
6. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program pemusnahan peralatan suntik bekas.
7. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program layanan alat suntik steril.
8. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program layanan alat suntik steril.
9. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program layanan alat suntik steril.
10. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program terapi rumatan metadon.
11. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program terapi rumatan metadon.
12. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program terapi rumatan metadon.
13. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun.
14. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun.
15. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROGRAM PENYUCIHAMAAN
1. Pengertian
Program penyucihamaan suntik bekas pakai dapat tejadi ketika peralatan suntik yang suci hama (steril) tidak tersedia. Cara penyucihamaan antara lain, harus memakai bahan bilas yang bagus (seperti pemutih), tersedia dan mudah diperoleh, cepat (pengguna narkoba tidak akan memakai cara yang memakan waktu lama), mudah dipakai (memakai cara yang seharusnya hanya membutuhkan perubahan kecil pada perilaku).
2. Tindakan Teknis
a. Pemakaian Panas
Pemakaian panas yaitu dengan merebus alat suntik selama 20 menit dalam air mendidih cocok untuk semprit kaca, tetapi hanya bisa dipakai satu atau dua kali dengan semprit platik. Bahkan beberapa semprit sekali pakai akan rusak waktu pertama kali direbus. Berkenaan dengan penyucihamaan dengan merebus, makin lama peralatan direndam makin baik.Karena makin lama unsur pembersih berhubungan dengan darah, semakin besar kemungkinan virus itu mati.Namun, kenyataannya adalah bahwa pengguna narkoba jarang sekali berada dalam keadaan dimana mereka mampu memasak atau merendam peralatannya untuk jangka waktu yang lama.Pesan penyucihamaan lebih lanjut dengan mengingat hambatan ini.
b. Memakai Bahan Kimia Seperti Pemutih
Berikut inimerupakan carapenyucihamaan alat suntik dengan menggunakan pemutih (mengandung hipoklorit 5,25%)
1. Bilas semprit dengan air bersih beberapa kali dengan menyedot air beberapa kali melalui jarum sehingga semprit penuh total, kemudian semprotkan airnya ke saluran pembuangan atau toilet. Tujuannya adalah untukmengeluarkan semua darah yang mungkin tersisa dalam jarum atau semprit. Pemakaian air dapat dipilih karena air panas dapat menyebabkan darah menjadi beku dan karena itu menjadi sulit untuk di keluarkan. Jika darah masih dapat terlihat, jangan pakai semprit atau ulai mencucinya dengan pemutih. Bilas hingga tidak telihat lagi darah.
2. Isi semprit dengan pemutih yang tidak dilarutkan dengan air, denganmenyedot pemutih melalui jarum agar masuk ke semprit. Kocok semprit sedikitnya sampai 30 detik. Cara terbaik untuk meyakinkan bahwa pemutih ada didalam semprit selama 30 detik adalah dengan cara menghitung hingga 30 secara perlahan. Hitungan sangat pnting karena pemutih harus berhungan dengan vorus selama sedikitnya 30 detik agar virus mati.
3. Semprotkan pemutih keluarkan ke dalam saluran pembuangan atau toilet. Isi semprit lagi dengan pemutih dan kocok pelan-pelan lagi untuk 30 detik. Kemudian semprotkan pemutih keluar ke dalam saluran pembuangan atau toilet.
4. Isi semprit dengan air bersih lagi, kemudian semprotkan ke dalam saluran pembuangan atau toilet. Lakukan itu sedikitnya dua kali.
5. Setelah menyuntik, bilas semprit dengan air beberapakali untuk mengeluarkan darah yang ada.
Pembersihan dengan pemutih menghabiskan setidaknya kurang lebih lima menit. Hati-hati agar tidak menyemprotkan air dari semprit ke persediaan air bilasan yang yang bersih, dan hindari semprit masuk ke air bekas pakai. Membilas beberapa kali dengan air akan mengeluarkan pemutih. Jika ada sejumlah pemutih yang tertinggal dan tersuntikkan, ini tidak berbahaya.
3. Hambatan Program
Sebagai pecandu napza, para penasun cenderung tidak sabar jika melakukan tahapan-tahapan diatas.Walaupun hanya memerlukan waktu 5 menit saja, penasun meras itu merupakan waktu yang lama dan hanya membuang-buang waktu.
B. PROGRAM PEMUSNAHAN PERALATAN SUNTIK BEKAS
1. Pengertian
Pembuangan dan penumpulan peralatan suntik yang tidak suci hama (tidak steril) bertujuan untuk :
1. Memastikan bahwa peralatan suntik bersih yang dipakai.
2. Menghindari penjualan ulang peralatan suntik bekas pakai.
3. Memastikan pembuangan peralatan bekas pakai sepantasnya.
4. Mencegah cegera tertusuk jarum pada orang lain.
Beberpa tempat pembuangan dan pengumpulan perlatan suntik bekas pakai :
1. Tempat penjualan peralatan suntik (misalnya apotek).
2. Rumah sakit setempat, dibakar dalam mesin pembakaran, dikubur dalam lubang yang sangat dalam.
3. Program perjasun atau rumah sakit mungkin dapat menyediakan wadah sekali pakai yang dapat dikembalikan ketika wadah tersebut sudah penuh.
Informasi tentang pengembalian atau pembuangan peralatan suntik bekas pakai dengan aman harus termasuk dalam semua tansaksi pertukaran.Walaupun pembuangan dapat menjadi masalah yang sulit dan rumit, ini harus dilakukan, untuk menghindari bahaya kesehatan.Pembuangan peralatan suntik bekas pakai secaraefektif dapat meringankan ketakutan komunitas dan mendorong dukungan untuk program perjasun.
2. Tindakan Teknis
Limbah jarum suntik yang berasal dari rumah sakit atau Puskesmas harus dimusnahkan.Karena jarum suntik yang sudah menjadi limbah itu dianggap mengandung virus atau penyakit menular.Selama ini untuk mengatasi limbah jarum suntik, dokter atau tenaga kesehatan lainnya kerap menggunakan metode mengubur atau memakai insinerator.Cara ini sebenarnya sudah baik, hanya saja kurang tepat dan tidak efisien.Insinerator memerlukan tempat khusus dan energi besar, disamping melebur jarum suntik tanpa mencapai titik leburnya. Untuk menjadikan jarum suntik yang terbuat dari stainless steel menjadi serbuk, dibutuhkan 1.200 derajat celsius. Oleh karena itu, harus dicari alat yang mampu membakar jarum suntik hingga titik lebur, hemat energi dan efisien.Berawal dari itulah, kemudian Ir. Hariadi MT seorang peneliti LIPI merancang alat yang lebih praktis ketimbang insinerator.Alat yang dibuat oleh Hariadi dinamakan Syringe Sheredder SS-500. Sebuah alat penghancur jarum suntik yang bisa dibawa kemana-mana (portable) dengan tenaga motor listrik sebesar 100 watt. Cara kerja alat ini adalah memanfaatkan panas tinggi yang ditimbulkan oleh gesekan ketika proses penghancuran dilakukan secara mekanis. Dibandingkan dengan insinerator, alat ini bekerja lebih cepat.Untuk membakar jarum suntik menjadi serbuk berukuran 0,005 mikron hanya mamakan waktu paling lama 10 detik. Hebat bukan... Ketika sudah terdaftar dan memiliki paten, Syringe Shredder SS-500 diproduksi oleh Medinas.Dengan penemuan ini penanganan limbah dan virus dari jarum suntik dapat dicegah. Sumber: 30 penemu Indonesia
Ada yang menggunakan cara memasukkan jarum suntik ke dalam kantong kemudian ditimbun dalam tanah. Hal ini menimbulkan malapetaka baru tentunya karena selain tidak hancur, kuman juga tidak mati.
Di beberapa tempat, menggunakan cara insenerator. Cara ini memerlukan tempat khusus dan energi yang besar dalam proses peleburan jarum suntik, yaitu dengan suhu 1.2000c. Namun, insinerator yang kurang sempurna merupakan penghasil dioksin berbahaya. Sebab, kristal putih hasil pembakaran terbukti mengandung 300 senyawa berbahaya, di antaranya TCDD (tetra chloro difensopora dioksin) senyawa beracun.
Dari Jawa Barat dilaporkan, limbah padat medis mencapai 23 ton per hari.Selama ini, empat petugas kebersihan mengalami kecelakaan akibat tertusuk jarum suntik yang dibuang di TPA Ciangir. Kasus itu menunjukkan, limbah padat eks rumah sakit (antara lain jarum suntik) dibuang bersama limbah rumah tangga sehingga membahayakan petugas kebersihan sekaligus meningkatkan penularan HIV (99 persen) lewat penggunaan jarum suntik bekas. Bagaimana kalau limbah jarum suntik ini ditemukan anak kecil, kemudian dijadikan mainan.
Sebenarnya ada cara praktis untuk menghancurkan jarum suntik yaitu dengan menggunakan alat khusus bertekhnologi sederhana. Alat ini dibuat oleh putera Indonesia yaitu Bambang Widiyatmoko. Pertama-tama jarum suntik dimasukkan ke dalam sebuah alat, kemudian bagian metal akan hancur menjadi serbuk dalam waktu 10 detik. Selain itu kuman yang menghuni jarum suntik tadi juga ikut mati karena menggunakan suhu tinggi. Alat serupa ini banyak di luar negeri, namun banyak perawat yang enggan memakainya karena memancarkan percikan api. Bambang Widyatmoko adalah peraih 30 Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam dan luar negeri.Tiga diantaranya di Amerika Serikat, tiga di International WPO, 23 di Jepang dan satu di Indonesia.
3. Hambatan Program
Dalam mengunakan incinerator diperlukan tenaga teknis yang memadai, dan benar-benar mengetahui spesifikasi, nilai baku mutu hasil bakaran yang harus dicapai, serta penggunaan teknis dari incinerator itu sendiri yang sering tidak dipahami oleh pelaksana program.
Masih banyak sekali pihak-pihak nakal yang memanfaatkan alat suntik bekas untuk diolah kembali atau bahkan dijual kembali kepada penasun.Hal ini yang sering luput dari pantauan petugas.
C. PROGRAM LAYANAN ALAT SUNTIK STERIL
1. Pengertian
Layanan alat suntik steril (LASS) atau needle/syringe Program(NSP) adlah upaya penyedian layanan yang meliputi penyediaan jarum suntik steril (baru), pendidikan dan informasi tentang penularan HIV, rujukan terhadap akses medis, dan layanan social. Layanan ini menyediakan dan memberikan peralatan suntik steril, serta materi-materi pengurangan risiko lainnya, kepada Penasun (pecandu/penggunan napza suntik), untuk memastikan setiap penyuntikan dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang baru.
Hingga saat ini, layanan ini merupakan salah satu intervensi yang paling efektif diantara program pencegahan penularan HIV pada kelompok penasun.Evaluasi intensif terhadap layanan jarum suntik stril telah dilakukan diberbagai Negara dan telah terbukti secara meyakinkan bahwa program LASS berhasil mengurangi penularan HIV, tidak mendorong penggunaan napza suntik, ataupun penggunaan napza lainnya.
Tujuan dari kegiatan ini adalah :
a. Menyediakan dan mendistribusikan jarum suntik steril kepada Penasun, dan menghentikan beredarnya jarum suntik bekas pakai yang berpotensi menyebarkan HIV.
b. Memastikan penggunaan jarum suntik steril sebanyak mungkin pada praktek penggunaan napza secara suntik.
c. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penasun mengenai menyuntik yang lebih aman.
d. Mendekatkan penasun kepada layanan-layanan lainnya dalam upaya meningkatkan kualitas hidup fisik, mental, dan social dari penasun.
Jenis program LASS antara lain adalah :
a. Menetap, program penyediaan tempat khusus untuk pelayanan pendistribusian jarum suntik steril, seperti; drop in center(DIC) atau Puskesmas. Tempat tersebut juga menyediakan layanan lain selain LASS, seperti; layanan kesehatan umum, case managenment, dan layanan VCT.
b. Satelit, program penyediaan tempat I lokasi komunitas sebagai perpanjangan dari lokasi menetap. Satelit LASS dikembangkan di tempat yang mempunyai jumlah penasun relative besar untuk mempermudah akses terhadap jarum steril. Jumlah jarum yang terdistribusikan dan informasi pengguna layanan diupayakan sedapat mungkin didokumentasikan dalam formulir yang disediakan. Petugas lapangan bertanggung jawab untuk datang dan bekerja di tempat yang ditentukan dan waktu yang ditentukan.
c. Bergerak, petugas lapangan membawa tas yang berisi jarum suntik steril dan media informasi serta mendatangi tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh penasun.
2. Tindakan Teknis
Pelaksanaan kegiatan LASS dilakukan dengan pengawasan dan supervise yang ketat dari pihak-pihak terkait dibawah koordinasi KPA Nasional. Seluruh pelaksanaan kegiatan LASS, dilakukan dalam suatu system monitoring dan evaluasi yang baku dan sistematis. Pelaksana program LASS yaitu institusi/lembaga kesehatan, LSM atau organisasi kemasyarakatan, institusi/lembaga pemerintah, institusi/lembaga non pemerintah, dan kelompok masyarakat. Untuk jam kerja layanan program, lembaga yang melaksanakan LASS harus menentukan waktu yang tepat dimana penasun paling membutuhkan akses untuk memperoleh jarum suntik steril, dan petugan lapangan harus rutin dan teratur datang di tempat dan waktu dimana hubungan yang maksimal dengan penasun dapat dibangun.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam program ini antara lain :
a. Memastikan peserta telah memperoleh informai tentang tujuan LASS, lembaga pelaksana, HIV/AIDS dasar, dan layanan-layanan yang tersedia terkait dengan penasun.
b. Pemberian jarum suntik steril dan meminta jarum suntik bekas pakai.
c. Mempromosikan pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahan dengan aman; dipadukan dalam setiap terjadinya pertukaran peralatan.
d. Menyediakan tempat/kotak pemusnahan jarum suntik bekas pakai.
e. Monitoring kegiatan pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahannya yang terdiri atas (penasun langsung memasukkan jarum suntik bekas pakai ke tempat khusus, tempat pemusnahan tidak boleh terlalu penuh, tempat tersebut harus langsung dibuang ke tempat pembakaran tanpa mengeluarkan, apabila ada jarum suntik yang dikembalikan dan menurut laporan bersih dan tidak dipakai, harus tetap dibuang, wadah pemusnahan yang telah penuh segera disegel, wadah yang telah disegel kemudian dibawa ke tempat pembakaran, pembakaran jarum suntik bekas menggunakan incinerator, pembuatan laporan pemusnahan).
Peralatan yang harus disediakan dalam program ini adalah :
a. Jarum suntik steril dan tabung suntik berdasarkan model yang biasanya dipakai oleh penasun di daerah tersebut.
b. Kapas berarkohol, digunakan untuk membersihkan kulit tempat yang akan disuntik dan untuk membersihkan peralatan lain serta tangan. Paling sedikit disediakan 2 kapas alcohol untuk setiap jarum suntik dan tabung yang diberikan.
c. Kondom dan pelicin, untuk mendorong perilaku seks aman.
d. Kantong, terdiri dari kantong kertas kecil, dan kantong plastic besar, untuk membawa jarum suntik steril dan bekas pakai.
e. Media informasi terkait dengan HIV/AIDS dan Napza, berupa brosur, buklet, stiker, atau media lainnya.
3. Hambatan Program
Para pengecer alat suntik steril sering sekali berbuat nakal dengan menjual alat suntik dengan harga tertentu. Ada juga pihak tertentu yang menimbun atau mengumpulkan alat suntik yang kemudian meminta stock kembali kepada petugas penyedia layanan yang dalam hal ini memberikan layanan LASS secara gratis yang justru dimanfaatkan oknum tertentu untuk meraup keuntungan.
D. PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON
1. Pengertian
Program terapi rumatan metadon (PTRM) adalah layanan yang memberikan layanan berupa zat metadon sebagai pengganti (substitusi) dari zat heroin illegal yang dikonsumsi pasien.Pemberian zat substitusi ini bersifat jangka panjang.Oleh karena itu disebut program rumatan.
Metadon adalah zat sintetik golongan opioid yang bersifat agonis. Dasar asional PTRM adalah fakta tingginya angka kekambuhan pada pecandu heroin yang mengindikasikan kebutuhan tubuh atas zat jenis opiate untuk membuat keseimbangan tubuh agar dapat beraktivitas secara normal. Efek metadon secara kuaitatif mirip dengan morfin dan opioid lainnya. Efek metadon tersebut antara lain sebagai analgetik, sedative, depresi pernapasan, dan euphoria. Efek samping metadon antara lain gangguan tidur, mual-muntah, konstipasi, mulut kering, vasodilatasi, berkeringat, dan gatal-gatal, menstruasi tidak teratur, ginekomastia, dan disfungsi seksual pada pria, serta retensi cairan, dan penambahan berat badan. Efek samping tidak akan terlalu banyak dialami oleh orang yang telah menggunakan heroin.
Tujuan utama dari terapi rumatan metadon adalah untuk mengurangi dampakburuk kesehatan, social, dan ekonomi bagi setiap orang dan komunitas. Selain itu tujuan lain adalah :
a. Mengurangi resiko tertular atau menularkan HIV/AIDS serta penyakit lain yang ditularkan melalui darah (Hepatitis B dan C).
b. Memperkecil risiko overdosis dan penyulit kesehatan lain.
c. Mengurangi penggunaan napza berisiko.
d. Mengurangi dorongan dan kebutuhan pecandu untuk melakukan tindak criminal.
Beberapa komponon dalam program terapi rumatan metadon adalah sebagai berikut :
a. Pemberian metadon.
b. Konseling, meliputi ; konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan minum obat, kelompok dan VCT. Akses ke pelayanan konseling harus di rumah sakit penyelenggara metadon.
c. Pertemuan keluarga (PKMRS = Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit).
d. Programpencegahan kekambuhan (relapse prevention program).
2. Tindakan Teknis
Pemberian dosis awal metadon yang dianjurkan dalah 15-30 mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40 mg. Pasien harus diobservasi selama 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat intosiktasi atau gejala putus obat berat maka dosis akan dimodifikasi berdasarkan keadaan.
Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100cc. Pasien harus hadir setiap hari di klinik. Metadon akan diberikan oleh aisten apoteker atau perawat yang diberi wewenang oleh dokter. Pasien harus segera menelan metadon tersebut dihadapan petugas PTRM. Petugas PTRM akan memberikan segelas air minum. Setelah diminum, petugas akan meminta menyebutkan namanya atau mengatakan sesuatu yang lain untuk memastikan metadon telah ditelan. Pasien harus menandatangani buku yang tersedia, sebagai bukti bahwa ia telah menerima dosis metadon hari itu.
Dosis rata-rata rumatan adalah 60-120 mg per hari.Dosis rumatan harus dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien.Selain itu banyak pengaruh social lainnya yang menjadi pertimbangan penyesuaian dosis.Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi, dan kehidupan social.
Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tappering off).Pada keadaan berikut, pasien sudah dalam keadaan stabil, minimal 6 bulan pasien dalam keadaan bebas dari heroin, pasien dalam keaddaan stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah (stable working and housing).Penurunan dosis maksimal sebanyak 10%.Penurunan dosis yang direkomendasikan adalah setiap 2 minggu.Pemantauan perkembangan psikologis pasien harus diperhatikan.Jikan ada emosi tidak stabil, dosis dapat dinaikkan kembali.
Ada beberapa alas an yang perlu dipertimbangkan untuk mengeluarkan pasien dari PTRM, antara lain pasien mengancam keselamatan atau kenyamanan anggota staf, pasien lain, atau seseorang yang berkaitan dengan mereka, pasien terlibat dalam perilaku merusak di tempat milik PTRM, pasien yang diketahui memperjualbelikan atau berbagai metadon dengan orang lain, pasien yang diketahui mencuri metadon dari klinikatau melakukan tindak criminal lain di lingkungan PTRM, semua keputusan untuk mengeluarkan pasien dari program harus berdasarkan keputusan dokter.
Lokasi PTRM berada di sekitar poli rawat jalan dan sebaliknya ditempatkan di area yang tidak terlalu ramai. Sarana layanan PTRM harus memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari ruangan untuk ruang tunggu, pemeriksaaan kesehatan, konseling individual, konseling kelompok, tempat memberikan obat metadon, penyimpanan sementara, dan penyimpanan metadon. Tempat penyimpanan metadon harus aman dan terjaga, dekat dengan pos petugas keamanan.Ruang atau loket pemberian dosis hanya memungkinkan satu orang dilayani pada satu saat.Loket tersebut harus ada pengamanan khusus, yaitu adanya pemisah antar pemberi obat dan penerima metadon.
Seluruh ruangan dalam sarana layanan PTRM adalah ruangan yang memiliki kecukupan cahaya baik dengan listrik maupun matahari serta memiliki ventilasi yang memadai. Sarana layanan PTRM harus memiliki tata cara pembuangan limbah sesuai pedoaman sanitassi rumah sakit, baik untuk limbah padat atau cair (tempat untuk cuci gelas). Harus memiliki tempat cuci tangan sebagai salah satu upaya kewaspadaaan baku dan kewaspadaan transmisi.
Peralatan medic yang diperlukan mencakup; pompa pengukur dosis untuk metadon, sediaanmetadon, stetoskop, tensimeter, timbangan, tempat tidur periksa, steps tool, dan peralatan pertolongan pertama; semprit suntik, desinfektan, kapas, obat-obat gawat darurat lain, dan nalokson (Narcan). Sumber daya manusia yang memberikan layanan PTRM adalah tim yang terdiri dari multidisiplin ilmu, yaitu; dokter umum, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis kedokteran jiwa, dokter spesialis kebidanan, dan kandungan, perawat mahir dibidang adiksi, apoteker dan / asisten apoteker, konselor, psokolog klinis, pekerja social, petugas laboratorium, pertugas rekam medic, petugas keamanan.
Satelit PTRM adalah unit pelayanan terapi rumatan metadon yang disediakan di wilayah local dimana prevalensi HIV/AIDS dan IDU memiliki peningkatan signifikan (hot spot area).Satelit PTRM harus memiliki kriteria sebagai penyedia layanan kesehatan.Satelit PTRM adalah sarana pelayanan kesehatan, misalnya rumah rakit, puskesmas, dan unit kesehatan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) khusus untuk pananganan narapidana narkotika.Rumah sakit yang merupakan rujukan untuk terapi metadon merupakan pengampun dari satelit PTRM, serta memiliki tanggung jawab untuk pendampingan klinis pemberian pelayanan terapi metadon di satelit.Satelit berfungsi memberikan layanan PTRM secara langsung sesuai pedoman dan SOP yang berlaku, dan melanjutkan terapi yang diberikan oleh rumah sakit rujukan PTRM.
3. Hambatan Program
Menurut pantauan petugas para pecandu atau penasun merasa kesulitan jika harus meluangkan waktu setiap hari untuk melakukan pemeriksaan.
E. PROGRAM PEMBERIAN KONDOM DAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL PADA PENASUN
1. Pengertian
Sejumlah penelitian di Indonesia telah menunjukkan bahwa sebagiaan besar penasun baik laki-laki maupun perempuan, secara seksual aktif berhubungan seks dengan pasangan seks yang bervariasi antara lain dengan passangan tetap (suami, istri, atau pacar), pekerja seks, teman atau seseorang yang di temui di tempat-tempat tertentu. Fakta bahwa tingkat infeksi HIV pada penasun yang tinggi telah menunjukkan kebutuhan mendesak untuk memperkuat upaya pencegahan HIV secara seksual yanh intensif dan meluas ke populasi umum.
Untuk itu diperlukan suatu strategi intervensi untuk semua penasun agar mencegah terjadinya penularan HIV melalui hubungan seksualitas, antara lain adalah:
a. Penyediaan kondom pada kelompok berisiko tinggi.
b. Penyediaan kondom bagi penasun laki-laki maupun perempuan, serta pelumas.
c. Melakukan intervensi kepada pasangan tetap, pasangan tidak tetap, dan penasun yang berpotensi sebagai pekerja seks. Intervensi ini dapat berupa, pengembangan media KIE tentang pencegahan penularan HIV dan seks aman, pengembangan sesi diskusi tentang perilaku seks aman di DIC, serta mengembangkan sesi konseling untuk membicarakan permasalahan seks kepada pasangan.
d. Meningkatkan upaya untuk melakukan perluasan layanan VCT bagi penasun.
e. Peningkatan layanan VCT harus dilakukan dengan penguatan konseling, layanan dukungan social dan akses ke perawatan klinis untuk individu HIV positif.
f. Memperkuat kegiatan penilaian risiko kelompok untuk mendorong upaya mengurangi penggunaan napza suntik yang berisiko.
2. Tindakan Teknis
1. Persiapan dan penggalian kebutuhan, dengan menetapkan jenis dan jumlah kondom yang perlu ada di tiap pengecer, tiap wisma, dan di gudang pokja.
2. Manajemen pengadaan dan pemasokan, dengan memastikan adanya pemasokan dari berbagai sumber, misalnya Dinas Kesehatan, BKKBN, atau mitra pemasok lain.
3. Manajemen penyimpanan, dengan memastikan penyimpanan di pokja dengan sistem kontrol kualitas kondom dan kualitas cara menyimpan, seperti tidak terkena sinar matahari langsung.
4. Manajemen distribusi, dengan memastikan pendistribusian dari pokja ke pengecer dan pemilik wisma dilengkapi dengan pencatatan dan pelaporan, kontrol kualitas kondom dan kualitas penyimpanan di pengecer dan pemilik wisma.
5. Mekanisme promosi dan penjualan, dengan membuat mekanisme promosi dan penjualan dari pengecer dan pemilik wisma ke pelanggan populasi kunci.
6. Mekanisme pemantauan stok barang, dengan membuat mekanisme pemantauan stok barang dan pemesanan ulang di tiap tingkat (di gudang pokja setempat, di pengecer, di tiap wisma, di kamar, di tiap individu populasi kunci).
7. Manajemen keuangan.
8. Pencatatan dan pelaporan.
3. Hambatan Program
Pendistribusian terkesan lambat dan petugas salah menentukan atau memilih pengecer yang tepat yang malah memanfaatkan kondom sebagai ranjau bisnis.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Napza yang dapat juga sebagai upaya pencegahan HIV dan AIDS pada penasun dapat dilakukan melalui 3 pilar yaitu reduksi suplai, reduksi permintaan, dan pengurangan dampak buruk (harm reduction).Pengurangan dampak buruk (harm reduction) penyalahgunaan napza suntik untuk mencegah penularan HIV dilaksanakan secara komperhensif dan bersama-sama dengan semua pemangku kepentingan terkait.Program juga dikaitkan dengan upaya pengurangan kebutuhan napza suntik bagi penasun.
1. SK Menkes No. 567 / Menkes / SK / VIII / 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Napza.
2. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI No. 02 / Per / Menko / Kesra / I / 2007 tentang Kebiajakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik.
3. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010 dari Komisi Penanggulangan AIDS.
4. SK Menkes No. 350 / Menkes / SK / III / 2008 tentang Penetapan Lanjutan RS Pengampu dan Satelit serta Pedoman PTRM.
5. SK Menkes No. 421 / Menkes / SK / III / 2010 tentang Standar Pelayanan Terapi Rehabilitasi Napza.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
Pada tahun 2009, WHO, UNAIDS, dan UNODC secara bersama-sama merekomendasikan suatu paket intervensi komperhensif bagi penasun untuk mengurangi perilaku berisiko dan memperkecil dampaknya. Selain itu dengan dilaksanakannya paket intervensi komperhensif tersebut diharapkan bisa merealisasikan akses universal terhadap berbagai layanan kesehatan yang penting bagi penasun untuk mencegah penularan HIV dan merawat serta mengobati berbagai penyakit yang disebabkan oleh AIDS. Paket penanggulangan HIV pada penasun yang komperhensif antara lain :
1. Layanan Alat Suntik Steril (LASS).
2. Terapi Substitusi Metadon.
3. Konseling dan Testing HIV.
4. Terapi Antiretroviral (ART).
5. Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS).
6. Komunikasi, Edukasi, dan Informasi.
7. Pencegahan, Vaksinasi, Diagnosis, dan Pengobatan Hepatitis.
8. Pencegahan, Diagnois, dan Pengobatan TB
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan program penyucihamaan ?
2. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program penyucihamaan ?
3. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program penyucihamaan ?
4. Apa yang dimaksud dengan program pemusnahan peralatan suntik bekas ?
5. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program pemusnahan peralatan suntik bekas ?
6. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program pemusnahan peralatan suntik bekas ?
7. Apa yang dimaksud dengan program layanan alat suntik steril ?
8. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program layanan alat suntik steril ?
9. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program layanan alat suntik steril ?
10. Apa yang dimaksud dengan program terapi rumatan metadon ?
11. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program terapi rumatan metadon ?
12. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program terapi rumatan metadon ?
13. Apa yang dimaksud dengan program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun ?
14. Bagaimana tindakan teknis yang dilakukan dalam program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun ?
15. Apa saja hambatan yang terjadi dalam program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program penyucihamaan.
2. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program penyucihamaan.
3. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program penyucihamaan.
4. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program pemusnahan peralatan suntik bekas.
5. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program pemusnahan peralatan suntik bekas.
6. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program pemusnahan peralatan suntik bekas.
7. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program layanan alat suntik steril.
8. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program layanan alat suntik steril.
9. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program layanan alat suntik steril.
10. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program terapi rumatan metadon.
11. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program terapi rumatan metadon.
12. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program terapi rumatan metadon.
13. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun.
14. Untuk mengetahui tindakan teknis yang dilakukan dalam program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun.
15. Untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam program pemberian kondom dan pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual pada penasun.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROGRAM PENYUCIHAMAAN
1. Pengertian
Program penyucihamaan suntik bekas pakai dapat tejadi ketika peralatan suntik yang suci hama (steril) tidak tersedia. Cara penyucihamaan antara lain, harus memakai bahan bilas yang bagus (seperti pemutih), tersedia dan mudah diperoleh, cepat (pengguna narkoba tidak akan memakai cara yang memakan waktu lama), mudah dipakai (memakai cara yang seharusnya hanya membutuhkan perubahan kecil pada perilaku).
2. Tindakan Teknis
a. Pemakaian Panas
Pemakaian panas yaitu dengan merebus alat suntik selama 20 menit dalam air mendidih cocok untuk semprit kaca, tetapi hanya bisa dipakai satu atau dua kali dengan semprit platik. Bahkan beberapa semprit sekali pakai akan rusak waktu pertama kali direbus. Berkenaan dengan penyucihamaan dengan merebus, makin lama peralatan direndam makin baik.Karena makin lama unsur pembersih berhubungan dengan darah, semakin besar kemungkinan virus itu mati.Namun, kenyataannya adalah bahwa pengguna narkoba jarang sekali berada dalam keadaan dimana mereka mampu memasak atau merendam peralatannya untuk jangka waktu yang lama.Pesan penyucihamaan lebih lanjut dengan mengingat hambatan ini.
b. Memakai Bahan Kimia Seperti Pemutih
Berikut inimerupakan carapenyucihamaan alat suntik dengan menggunakan pemutih (mengandung hipoklorit 5,25%)
1. Bilas semprit dengan air bersih beberapa kali dengan menyedot air beberapa kali melalui jarum sehingga semprit penuh total, kemudian semprotkan airnya ke saluran pembuangan atau toilet. Tujuannya adalah untukmengeluarkan semua darah yang mungkin tersisa dalam jarum atau semprit. Pemakaian air dapat dipilih karena air panas dapat menyebabkan darah menjadi beku dan karena itu menjadi sulit untuk di keluarkan. Jika darah masih dapat terlihat, jangan pakai semprit atau ulai mencucinya dengan pemutih. Bilas hingga tidak telihat lagi darah.
2. Isi semprit dengan pemutih yang tidak dilarutkan dengan air, denganmenyedot pemutih melalui jarum agar masuk ke semprit. Kocok semprit sedikitnya sampai 30 detik. Cara terbaik untuk meyakinkan bahwa pemutih ada didalam semprit selama 30 detik adalah dengan cara menghitung hingga 30 secara perlahan. Hitungan sangat pnting karena pemutih harus berhungan dengan vorus selama sedikitnya 30 detik agar virus mati.
3. Semprotkan pemutih keluarkan ke dalam saluran pembuangan atau toilet. Isi semprit lagi dengan pemutih dan kocok pelan-pelan lagi untuk 30 detik. Kemudian semprotkan pemutih keluar ke dalam saluran pembuangan atau toilet.
4. Isi semprit dengan air bersih lagi, kemudian semprotkan ke dalam saluran pembuangan atau toilet. Lakukan itu sedikitnya dua kali.
5. Setelah menyuntik, bilas semprit dengan air beberapakali untuk mengeluarkan darah yang ada.
Pembersihan dengan pemutih menghabiskan setidaknya kurang lebih lima menit. Hati-hati agar tidak menyemprotkan air dari semprit ke persediaan air bilasan yang yang bersih, dan hindari semprit masuk ke air bekas pakai. Membilas beberapa kali dengan air akan mengeluarkan pemutih. Jika ada sejumlah pemutih yang tertinggal dan tersuntikkan, ini tidak berbahaya.
3. Hambatan Program
Sebagai pecandu napza, para penasun cenderung tidak sabar jika melakukan tahapan-tahapan diatas.Walaupun hanya memerlukan waktu 5 menit saja, penasun meras itu merupakan waktu yang lama dan hanya membuang-buang waktu.
B. PROGRAM PEMUSNAHAN PERALATAN SUNTIK BEKAS
1. Pengertian
Pembuangan dan penumpulan peralatan suntik yang tidak suci hama (tidak steril) bertujuan untuk :
1. Memastikan bahwa peralatan suntik bersih yang dipakai.
2. Menghindari penjualan ulang peralatan suntik bekas pakai.
3. Memastikan pembuangan peralatan bekas pakai sepantasnya.
4. Mencegah cegera tertusuk jarum pada orang lain.
Beberpa tempat pembuangan dan pengumpulan perlatan suntik bekas pakai :
1. Tempat penjualan peralatan suntik (misalnya apotek).
2. Rumah sakit setempat, dibakar dalam mesin pembakaran, dikubur dalam lubang yang sangat dalam.
3. Program perjasun atau rumah sakit mungkin dapat menyediakan wadah sekali pakai yang dapat dikembalikan ketika wadah tersebut sudah penuh.
Informasi tentang pengembalian atau pembuangan peralatan suntik bekas pakai dengan aman harus termasuk dalam semua tansaksi pertukaran.Walaupun pembuangan dapat menjadi masalah yang sulit dan rumit, ini harus dilakukan, untuk menghindari bahaya kesehatan.Pembuangan peralatan suntik bekas pakai secaraefektif dapat meringankan ketakutan komunitas dan mendorong dukungan untuk program perjasun.
2. Tindakan Teknis
Limbah jarum suntik yang berasal dari rumah sakit atau Puskesmas harus dimusnahkan.Karena jarum suntik yang sudah menjadi limbah itu dianggap mengandung virus atau penyakit menular.Selama ini untuk mengatasi limbah jarum suntik, dokter atau tenaga kesehatan lainnya kerap menggunakan metode mengubur atau memakai insinerator.Cara ini sebenarnya sudah baik, hanya saja kurang tepat dan tidak efisien.Insinerator memerlukan tempat khusus dan energi besar, disamping melebur jarum suntik tanpa mencapai titik leburnya. Untuk menjadikan jarum suntik yang terbuat dari stainless steel menjadi serbuk, dibutuhkan 1.200 derajat celsius. Oleh karena itu, harus dicari alat yang mampu membakar jarum suntik hingga titik lebur, hemat energi dan efisien.Berawal dari itulah, kemudian Ir. Hariadi MT seorang peneliti LIPI merancang alat yang lebih praktis ketimbang insinerator.Alat yang dibuat oleh Hariadi dinamakan Syringe Sheredder SS-500. Sebuah alat penghancur jarum suntik yang bisa dibawa kemana-mana (portable) dengan tenaga motor listrik sebesar 100 watt. Cara kerja alat ini adalah memanfaatkan panas tinggi yang ditimbulkan oleh gesekan ketika proses penghancuran dilakukan secara mekanis. Dibandingkan dengan insinerator, alat ini bekerja lebih cepat.Untuk membakar jarum suntik menjadi serbuk berukuran 0,005 mikron hanya mamakan waktu paling lama 10 detik. Hebat bukan... Ketika sudah terdaftar dan memiliki paten, Syringe Shredder SS-500 diproduksi oleh Medinas.Dengan penemuan ini penanganan limbah dan virus dari jarum suntik dapat dicegah. Sumber: 30 penemu Indonesia
Ada yang menggunakan cara memasukkan jarum suntik ke dalam kantong kemudian ditimbun dalam tanah. Hal ini menimbulkan malapetaka baru tentunya karena selain tidak hancur, kuman juga tidak mati.
Di beberapa tempat, menggunakan cara insenerator. Cara ini memerlukan tempat khusus dan energi yang besar dalam proses peleburan jarum suntik, yaitu dengan suhu 1.2000c. Namun, insinerator yang kurang sempurna merupakan penghasil dioksin berbahaya. Sebab, kristal putih hasil pembakaran terbukti mengandung 300 senyawa berbahaya, di antaranya TCDD (tetra chloro difensopora dioksin) senyawa beracun.
Dari Jawa Barat dilaporkan, limbah padat medis mencapai 23 ton per hari.Selama ini, empat petugas kebersihan mengalami kecelakaan akibat tertusuk jarum suntik yang dibuang di TPA Ciangir. Kasus itu menunjukkan, limbah padat eks rumah sakit (antara lain jarum suntik) dibuang bersama limbah rumah tangga sehingga membahayakan petugas kebersihan sekaligus meningkatkan penularan HIV (99 persen) lewat penggunaan jarum suntik bekas. Bagaimana kalau limbah jarum suntik ini ditemukan anak kecil, kemudian dijadikan mainan.
Sebenarnya ada cara praktis untuk menghancurkan jarum suntik yaitu dengan menggunakan alat khusus bertekhnologi sederhana. Alat ini dibuat oleh putera Indonesia yaitu Bambang Widiyatmoko. Pertama-tama jarum suntik dimasukkan ke dalam sebuah alat, kemudian bagian metal akan hancur menjadi serbuk dalam waktu 10 detik. Selain itu kuman yang menghuni jarum suntik tadi juga ikut mati karena menggunakan suhu tinggi. Alat serupa ini banyak di luar negeri, namun banyak perawat yang enggan memakainya karena memancarkan percikan api. Bambang Widyatmoko adalah peraih 30 Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam dan luar negeri.Tiga diantaranya di Amerika Serikat, tiga di International WPO, 23 di Jepang dan satu di Indonesia.
3. Hambatan Program
Dalam mengunakan incinerator diperlukan tenaga teknis yang memadai, dan benar-benar mengetahui spesifikasi, nilai baku mutu hasil bakaran yang harus dicapai, serta penggunaan teknis dari incinerator itu sendiri yang sering tidak dipahami oleh pelaksana program.
Masih banyak sekali pihak-pihak nakal yang memanfaatkan alat suntik bekas untuk diolah kembali atau bahkan dijual kembali kepada penasun.Hal ini yang sering luput dari pantauan petugas.
C. PROGRAM LAYANAN ALAT SUNTIK STERIL
1. Pengertian
Layanan alat suntik steril (LASS) atau needle/syringe Program(NSP) adlah upaya penyedian layanan yang meliputi penyediaan jarum suntik steril (baru), pendidikan dan informasi tentang penularan HIV, rujukan terhadap akses medis, dan layanan social. Layanan ini menyediakan dan memberikan peralatan suntik steril, serta materi-materi pengurangan risiko lainnya, kepada Penasun (pecandu/penggunan napza suntik), untuk memastikan setiap penyuntikan dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang baru.
Hingga saat ini, layanan ini merupakan salah satu intervensi yang paling efektif diantara program pencegahan penularan HIV pada kelompok penasun.Evaluasi intensif terhadap layanan jarum suntik stril telah dilakukan diberbagai Negara dan telah terbukti secara meyakinkan bahwa program LASS berhasil mengurangi penularan HIV, tidak mendorong penggunaan napza suntik, ataupun penggunaan napza lainnya.
Tujuan dari kegiatan ini adalah :
a. Menyediakan dan mendistribusikan jarum suntik steril kepada Penasun, dan menghentikan beredarnya jarum suntik bekas pakai yang berpotensi menyebarkan HIV.
b. Memastikan penggunaan jarum suntik steril sebanyak mungkin pada praktek penggunaan napza secara suntik.
c. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penasun mengenai menyuntik yang lebih aman.
d. Mendekatkan penasun kepada layanan-layanan lainnya dalam upaya meningkatkan kualitas hidup fisik, mental, dan social dari penasun.
Jenis program LASS antara lain adalah :
a. Menetap, program penyediaan tempat khusus untuk pelayanan pendistribusian jarum suntik steril, seperti; drop in center(DIC) atau Puskesmas. Tempat tersebut juga menyediakan layanan lain selain LASS, seperti; layanan kesehatan umum, case managenment, dan layanan VCT.
b. Satelit, program penyediaan tempat I lokasi komunitas sebagai perpanjangan dari lokasi menetap. Satelit LASS dikembangkan di tempat yang mempunyai jumlah penasun relative besar untuk mempermudah akses terhadap jarum steril. Jumlah jarum yang terdistribusikan dan informasi pengguna layanan diupayakan sedapat mungkin didokumentasikan dalam formulir yang disediakan. Petugas lapangan bertanggung jawab untuk datang dan bekerja di tempat yang ditentukan dan waktu yang ditentukan.
c. Bergerak, petugas lapangan membawa tas yang berisi jarum suntik steril dan media informasi serta mendatangi tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh penasun.
2. Tindakan Teknis
Pelaksanaan kegiatan LASS dilakukan dengan pengawasan dan supervise yang ketat dari pihak-pihak terkait dibawah koordinasi KPA Nasional. Seluruh pelaksanaan kegiatan LASS, dilakukan dalam suatu system monitoring dan evaluasi yang baku dan sistematis. Pelaksana program LASS yaitu institusi/lembaga kesehatan, LSM atau organisasi kemasyarakatan, institusi/lembaga pemerintah, institusi/lembaga non pemerintah, dan kelompok masyarakat. Untuk jam kerja layanan program, lembaga yang melaksanakan LASS harus menentukan waktu yang tepat dimana penasun paling membutuhkan akses untuk memperoleh jarum suntik steril, dan petugan lapangan harus rutin dan teratur datang di tempat dan waktu dimana hubungan yang maksimal dengan penasun dapat dibangun.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam program ini antara lain :
a. Memastikan peserta telah memperoleh informai tentang tujuan LASS, lembaga pelaksana, HIV/AIDS dasar, dan layanan-layanan yang tersedia terkait dengan penasun.
b. Pemberian jarum suntik steril dan meminta jarum suntik bekas pakai.
c. Mempromosikan pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahan dengan aman; dipadukan dalam setiap terjadinya pertukaran peralatan.
d. Menyediakan tempat/kotak pemusnahan jarum suntik bekas pakai.
e. Monitoring kegiatan pengembalian jarum suntik bekas pakai dan pemusnahannya yang terdiri atas (penasun langsung memasukkan jarum suntik bekas pakai ke tempat khusus, tempat pemusnahan tidak boleh terlalu penuh, tempat tersebut harus langsung dibuang ke tempat pembakaran tanpa mengeluarkan, apabila ada jarum suntik yang dikembalikan dan menurut laporan bersih dan tidak dipakai, harus tetap dibuang, wadah pemusnahan yang telah penuh segera disegel, wadah yang telah disegel kemudian dibawa ke tempat pembakaran, pembakaran jarum suntik bekas menggunakan incinerator, pembuatan laporan pemusnahan).
Peralatan yang harus disediakan dalam program ini adalah :
a. Jarum suntik steril dan tabung suntik berdasarkan model yang biasanya dipakai oleh penasun di daerah tersebut.
b. Kapas berarkohol, digunakan untuk membersihkan kulit tempat yang akan disuntik dan untuk membersihkan peralatan lain serta tangan. Paling sedikit disediakan 2 kapas alcohol untuk setiap jarum suntik dan tabung yang diberikan.
c. Kondom dan pelicin, untuk mendorong perilaku seks aman.
d. Kantong, terdiri dari kantong kertas kecil, dan kantong plastic besar, untuk membawa jarum suntik steril dan bekas pakai.
e. Media informasi terkait dengan HIV/AIDS dan Napza, berupa brosur, buklet, stiker, atau media lainnya.
3. Hambatan Program
Para pengecer alat suntik steril sering sekali berbuat nakal dengan menjual alat suntik dengan harga tertentu. Ada juga pihak tertentu yang menimbun atau mengumpulkan alat suntik yang kemudian meminta stock kembali kepada petugas penyedia layanan yang dalam hal ini memberikan layanan LASS secara gratis yang justru dimanfaatkan oknum tertentu untuk meraup keuntungan.
D. PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON
1. Pengertian
Program terapi rumatan metadon (PTRM) adalah layanan yang memberikan layanan berupa zat metadon sebagai pengganti (substitusi) dari zat heroin illegal yang dikonsumsi pasien.Pemberian zat substitusi ini bersifat jangka panjang.Oleh karena itu disebut program rumatan.
Metadon adalah zat sintetik golongan opioid yang bersifat agonis. Dasar asional PTRM adalah fakta tingginya angka kekambuhan pada pecandu heroin yang mengindikasikan kebutuhan tubuh atas zat jenis opiate untuk membuat keseimbangan tubuh agar dapat beraktivitas secara normal. Efek metadon secara kuaitatif mirip dengan morfin dan opioid lainnya. Efek metadon tersebut antara lain sebagai analgetik, sedative, depresi pernapasan, dan euphoria. Efek samping metadon antara lain gangguan tidur, mual-muntah, konstipasi, mulut kering, vasodilatasi, berkeringat, dan gatal-gatal, menstruasi tidak teratur, ginekomastia, dan disfungsi seksual pada pria, serta retensi cairan, dan penambahan berat badan. Efek samping tidak akan terlalu banyak dialami oleh orang yang telah menggunakan heroin.
Tujuan utama dari terapi rumatan metadon adalah untuk mengurangi dampakburuk kesehatan, social, dan ekonomi bagi setiap orang dan komunitas. Selain itu tujuan lain adalah :
a. Mengurangi resiko tertular atau menularkan HIV/AIDS serta penyakit lain yang ditularkan melalui darah (Hepatitis B dan C).
b. Memperkecil risiko overdosis dan penyulit kesehatan lain.
c. Mengurangi penggunaan napza berisiko.
d. Mengurangi dorongan dan kebutuhan pecandu untuk melakukan tindak criminal.
Beberapa komponon dalam program terapi rumatan metadon adalah sebagai berikut :
a. Pemberian metadon.
b. Konseling, meliputi ; konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan minum obat, kelompok dan VCT. Akses ke pelayanan konseling harus di rumah sakit penyelenggara metadon.
c. Pertemuan keluarga (PKMRS = Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit).
d. Programpencegahan kekambuhan (relapse prevention program).
2. Tindakan Teknis
Pemberian dosis awal metadon yang dianjurkan dalah 15-30 mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40 mg. Pasien harus diobservasi selama 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat intosiktasi atau gejala putus obat berat maka dosis akan dimodifikasi berdasarkan keadaan.
Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100cc. Pasien harus hadir setiap hari di klinik. Metadon akan diberikan oleh aisten apoteker atau perawat yang diberi wewenang oleh dokter. Pasien harus segera menelan metadon tersebut dihadapan petugas PTRM. Petugas PTRM akan memberikan segelas air minum. Setelah diminum, petugas akan meminta menyebutkan namanya atau mengatakan sesuatu yang lain untuk memastikan metadon telah ditelan. Pasien harus menandatangani buku yang tersedia, sebagai bukti bahwa ia telah menerima dosis metadon hari itu.
Dosis rata-rata rumatan adalah 60-120 mg per hari.Dosis rumatan harus dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien.Selain itu banyak pengaruh social lainnya yang menjadi pertimbangan penyesuaian dosis.Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi, dan kehidupan social.
Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tappering off).Pada keadaan berikut, pasien sudah dalam keadaan stabil, minimal 6 bulan pasien dalam keadaan bebas dari heroin, pasien dalam keaddaan stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah (stable working and housing).Penurunan dosis maksimal sebanyak 10%.Penurunan dosis yang direkomendasikan adalah setiap 2 minggu.Pemantauan perkembangan psikologis pasien harus diperhatikan.Jikan ada emosi tidak stabil, dosis dapat dinaikkan kembali.
Ada beberapa alas an yang perlu dipertimbangkan untuk mengeluarkan pasien dari PTRM, antara lain pasien mengancam keselamatan atau kenyamanan anggota staf, pasien lain, atau seseorang yang berkaitan dengan mereka, pasien terlibat dalam perilaku merusak di tempat milik PTRM, pasien yang diketahui memperjualbelikan atau berbagai metadon dengan orang lain, pasien yang diketahui mencuri metadon dari klinikatau melakukan tindak criminal lain di lingkungan PTRM, semua keputusan untuk mengeluarkan pasien dari program harus berdasarkan keputusan dokter.
Lokasi PTRM berada di sekitar poli rawat jalan dan sebaliknya ditempatkan di area yang tidak terlalu ramai. Sarana layanan PTRM harus memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari ruangan untuk ruang tunggu, pemeriksaaan kesehatan, konseling individual, konseling kelompok, tempat memberikan obat metadon, penyimpanan sementara, dan penyimpanan metadon. Tempat penyimpanan metadon harus aman dan terjaga, dekat dengan pos petugas keamanan.Ruang atau loket pemberian dosis hanya memungkinkan satu orang dilayani pada satu saat.Loket tersebut harus ada pengamanan khusus, yaitu adanya pemisah antar pemberi obat dan penerima metadon.
Seluruh ruangan dalam sarana layanan PTRM adalah ruangan yang memiliki kecukupan cahaya baik dengan listrik maupun matahari serta memiliki ventilasi yang memadai. Sarana layanan PTRM harus memiliki tata cara pembuangan limbah sesuai pedoaman sanitassi rumah sakit, baik untuk limbah padat atau cair (tempat untuk cuci gelas). Harus memiliki tempat cuci tangan sebagai salah satu upaya kewaspadaaan baku dan kewaspadaan transmisi.
Peralatan medic yang diperlukan mencakup; pompa pengukur dosis untuk metadon, sediaanmetadon, stetoskop, tensimeter, timbangan, tempat tidur periksa, steps tool, dan peralatan pertolongan pertama; semprit suntik, desinfektan, kapas, obat-obat gawat darurat lain, dan nalokson (Narcan). Sumber daya manusia yang memberikan layanan PTRM adalah tim yang terdiri dari multidisiplin ilmu, yaitu; dokter umum, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis kedokteran jiwa, dokter spesialis kebidanan, dan kandungan, perawat mahir dibidang adiksi, apoteker dan / asisten apoteker, konselor, psokolog klinis, pekerja social, petugas laboratorium, pertugas rekam medic, petugas keamanan.
Satelit PTRM adalah unit pelayanan terapi rumatan metadon yang disediakan di wilayah local dimana prevalensi HIV/AIDS dan IDU memiliki peningkatan signifikan (hot spot area).Satelit PTRM harus memiliki kriteria sebagai penyedia layanan kesehatan.Satelit PTRM adalah sarana pelayanan kesehatan, misalnya rumah rakit, puskesmas, dan unit kesehatan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) khusus untuk pananganan narapidana narkotika.Rumah sakit yang merupakan rujukan untuk terapi metadon merupakan pengampun dari satelit PTRM, serta memiliki tanggung jawab untuk pendampingan klinis pemberian pelayanan terapi metadon di satelit.Satelit berfungsi memberikan layanan PTRM secara langsung sesuai pedoman dan SOP yang berlaku, dan melanjutkan terapi yang diberikan oleh rumah sakit rujukan PTRM.
3. Hambatan Program
Menurut pantauan petugas para pecandu atau penasun merasa kesulitan jika harus meluangkan waktu setiap hari untuk melakukan pemeriksaan.
E. PROGRAM PEMBERIAN KONDOM DAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL PADA PENASUN
1. Pengertian
Sejumlah penelitian di Indonesia telah menunjukkan bahwa sebagiaan besar penasun baik laki-laki maupun perempuan, secara seksual aktif berhubungan seks dengan pasangan seks yang bervariasi antara lain dengan passangan tetap (suami, istri, atau pacar), pekerja seks, teman atau seseorang yang di temui di tempat-tempat tertentu. Fakta bahwa tingkat infeksi HIV pada penasun yang tinggi telah menunjukkan kebutuhan mendesak untuk memperkuat upaya pencegahan HIV secara seksual yanh intensif dan meluas ke populasi umum.
Untuk itu diperlukan suatu strategi intervensi untuk semua penasun agar mencegah terjadinya penularan HIV melalui hubungan seksualitas, antara lain adalah:
a. Penyediaan kondom pada kelompok berisiko tinggi.
b. Penyediaan kondom bagi penasun laki-laki maupun perempuan, serta pelumas.
c. Melakukan intervensi kepada pasangan tetap, pasangan tidak tetap, dan penasun yang berpotensi sebagai pekerja seks. Intervensi ini dapat berupa, pengembangan media KIE tentang pencegahan penularan HIV dan seks aman, pengembangan sesi diskusi tentang perilaku seks aman di DIC, serta mengembangkan sesi konseling untuk membicarakan permasalahan seks kepada pasangan.
d. Meningkatkan upaya untuk melakukan perluasan layanan VCT bagi penasun.
e. Peningkatan layanan VCT harus dilakukan dengan penguatan konseling, layanan dukungan social dan akses ke perawatan klinis untuk individu HIV positif.
f. Memperkuat kegiatan penilaian risiko kelompok untuk mendorong upaya mengurangi penggunaan napza suntik yang berisiko.
2. Tindakan Teknis
1. Persiapan dan penggalian kebutuhan, dengan menetapkan jenis dan jumlah kondom yang perlu ada di tiap pengecer, tiap wisma, dan di gudang pokja.
2. Manajemen pengadaan dan pemasokan, dengan memastikan adanya pemasokan dari berbagai sumber, misalnya Dinas Kesehatan, BKKBN, atau mitra pemasok lain.
3. Manajemen penyimpanan, dengan memastikan penyimpanan di pokja dengan sistem kontrol kualitas kondom dan kualitas cara menyimpan, seperti tidak terkena sinar matahari langsung.
4. Manajemen distribusi, dengan memastikan pendistribusian dari pokja ke pengecer dan pemilik wisma dilengkapi dengan pencatatan dan pelaporan, kontrol kualitas kondom dan kualitas penyimpanan di pengecer dan pemilik wisma.
5. Mekanisme promosi dan penjualan, dengan membuat mekanisme promosi dan penjualan dari pengecer dan pemilik wisma ke pelanggan populasi kunci.
6. Mekanisme pemantauan stok barang, dengan membuat mekanisme pemantauan stok barang dan pemesanan ulang di tiap tingkat (di gudang pokja setempat, di pengecer, di tiap wisma, di kamar, di tiap individu populasi kunci).
7. Manajemen keuangan.
8. Pencatatan dan pelaporan.
3. Hambatan Program
Pendistribusian terkesan lambat dan petugas salah menentukan atau memilih pengecer yang tepat yang malah memanfaatkan kondom sebagai ranjau bisnis.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Napza yang dapat juga sebagai upaya pencegahan HIV dan AIDS pada penasun dapat dilakukan melalui 3 pilar yaitu reduksi suplai, reduksi permintaan, dan pengurangan dampak buruk (harm reduction).Pengurangan dampak buruk (harm reduction) penyalahgunaan napza suntik untuk mencegah penularan HIV dilaksanakan secara komperhensif dan bersama-sama dengan semua pemangku kepentingan terkait.Program juga dikaitkan dengan upaya pengurangan kebutuhan napza suntik bagi penasun.
0 komentar:
Post a Comment