BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Platyhelminthes adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih. Cacing ini merupakan yang paling sederhana diantara semua hewan simetris bilateral. Platyhelminthes memiliki tubuh padat, lunak, dan epidermis bersilia. Cacing pipih merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Sebagian besar cacing pipih, seperti cacing isap dan cacing pita adalah parasit. Namun, banyak yang hidup bebas yang habitatnya di air tawar dan air laut, khususnya di pantai berbatu dan terumbu.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Platyhelminthes adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih. Cacing ini merupakan yang paling sederhana diantara semua hewan simetris bilateral. Platyhelminthes memiliki tubuh padat, lunak, dan epidermis bersilia. Cacing pipih merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Sebagian besar cacing pipih, seperti cacing isap dan cacing pita adalah parasit. Namun, banyak yang hidup bebas yang habitatnya di air tawar dan air laut, khususnya di pantai berbatu dan terumbu.
Filum ini terdiri atas 9000 spesies. Pemberian nama pada organisme ini adalah sangat cepat. Sejumlah besar hewan ini berbentuk hampir menyerupai pita. Hewan ini simetris bilateral dengan sisi kiri dan kanan, permukaan dorsal dan ventral dan juga anterior dan posterior. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk menempel. Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Platyhelminthes terbagi dalam 3 kelas, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda dan kelas Cestoda. Untuk lebih mengetahui lebih jauh mengenai hewan-hewan dalam kelas ini, maka akan di bahas dalam bab II.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas terkait dengan Platyhelminthes adalah :
1. Bagaimana karakteristik dari Platyhelminthes ?
2. Bagaimana struktur tubuh dari Platyhelminthes ?
3. Apa saja class dari Platyhelminthes ?
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas terkait dengan Platyhelminthes adalah :
1. Bagaimana karakteristik dari Platyhelminthes ?
2. Bagaimana struktur tubuh dari Platyhelminthes ?
3. Apa saja class dari Platyhelminthes ?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari makalah yang terkait dengan Platyhelminthes adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristiknya.
2. Untuk mengetahui struktur tubuh Platyhelminthes.
3. Untuk mengetahui Clas dari Platyhelminthes.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik
Adapun tujuan dari makalah yang terkait dengan Platyhelminthes adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristiknya.
2. Untuk mengetahui struktur tubuh Platyhelminthes.
3. Untuk mengetahui Clas dari Platyhelminthes.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik
Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum Platyhelminthes terdiri dari sekitar 13,000 species, terbagi menjadi tiga kelas; dua yang bersifat parasit dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria. Cacing hati adalah parasit eksternal atau internal dari Kelas Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal dari kelas Cestoda. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme lain. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3 cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembab (panjang mencapai 60 cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.
B. Struktur Tubuh
B. Struktur Tubuh
Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior. Lapisan tubuh tersusun dari 3 lapis (triploblastik aselomata) yaitu ektoderm yang akan berkembang menjadi kulit, mesoderm yang akan berkembang menjadi otot – otot dan beberapa organ tubuh dan endoderm yang akan berkembang menjadi alat pencernaan makanan.
Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuhnya. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus), usus bercabang-cabang ke seluruh tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah (sirkulasi) dan alat ekskresinya berupa sel-sel api. Kelompok Platyhelminthes tertentu memiliki sistem saraf tangga tali. Sistem saraf tangga tali terdiri dari sepasang simpul saraf (ganglia) dengan sepasang tali saraf yang memanjang dan bercabang-cabang melintang seperti tangga.Organ reproduksi jantan (testis) dan organ betina (Ovarium). Cacing pipih dapat bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan secara seksual dengan perkawinan silang, platyhelminthes terdapat dalam satu individu sehingga disebut hewan hermafrodit.
C. Class
1. Trematoda (Cacing Daun)
a. Trematoda Paru
Paragonimus Westermani
Klasifikasi
· Kingdom : Animali
· Phylum : Platyhelminthes
· Class : Trematoda
· Ordo : Plagiorchiida
· Family : Troglotrematidae
· Genus : Paragonimus
· Spesies : Paragonimus westermani
Paragonimus westermani merupakan cacing paru yang berasal dari kelas Trematoda, dimana bagian tubuh yang paling utama diserang adalah bagian paru. Paragonimus westermani ini pertama kali ditemukan terdapat pada tubuh dua harimau yang mati, yang berada di benua Eropa pada tahun 1878, dan pada beberapa tahun kemudian barulah cacing paru ini terinfeksi pada manusia yang ditemukan di Formosa, banyak cara bagaimana cacing paru tersebut dapat menular pada manusia,dan penyebarannya pun yang sangat beranekaragam.
Hospes dan Nama penyakit
Manusia dan binatang pemakan ketam/udang batu seperti kucing, anjing, musang, harimau, serigala dan lain-lain merupakan hospes parasit ini.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di RRC, Taiwan, Jepang, Korea, Filipina, Thailand, India, Malaysia, Afrika, Amerika Latin dan Vietnam.Di Indonesia ditemukan autokton pada binatang, sedangkan pada manusia hanya pada kasus impor saja.
Morfologi
Ukuran telur: 80 –120 x 50 – 60 mikron bentuk oval cenderung asimetris, terdapat operkulum pada kutub yang mengecil. Ukuran operkulum relatif besar, sehingga kadang tampak telurnya seperti terpotong berisi embrio.
Telur Paragonimus westermani
Cacing dewasa:Bersifat hermaprodit, sistem reproduksinya ovivar. Bentuknya seperti daun berukuran 7 – 12 x 4 – 6 mm dengan ketebalan tubuhnya antara 3 – 5 mm.Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.Uterus pendek berkelok-kelok.Testis bercabang, berjumlah 2 buah.Ovarium berlobus terletak di atas testis.Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan.
Cacing Paragonimus westermani
Siklus hidup / Daur hidup
· Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing
· Hospes perantara I : Keong air / siput (Melania/Semisulcospira spp)
· Hospes perantara II : Ketam / kepiting.
Telur keluar bersama tinja atau sputum, dan berisi sel terlur.Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 16 hari lalu menetas.Mirasidium lalu mencari keong air dan dalam keong air terjadi perkembangan.Serkaria keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II, lalu membnetuk metaserkaria di dalam tubuhnya.Infeksi terjadi dengan memakan hospes perantara ke II yang tidak dimasak sampai matang.Dalam hospes definitive, metaserkaria menjadi dewasa muda di duodenum.Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan menuju ke paru.Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor didalamnya.
Siklus hidup Paragonimus westermani
Cara Infeksi:
Manusia dapat terinfeksi oleh Paragonimus westermani karena memakan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria.
Patologi
C. Class
1. Trematoda (Cacing Daun)
a. Trematoda Paru
Paragonimus Westermani
Klasifikasi
· Kingdom : Animali
· Phylum : Platyhelminthes
· Class : Trematoda
· Ordo : Plagiorchiida
· Family : Troglotrematidae
· Genus : Paragonimus
· Spesies : Paragonimus westermani
Paragonimus westermani merupakan cacing paru yang berasal dari kelas Trematoda, dimana bagian tubuh yang paling utama diserang adalah bagian paru. Paragonimus westermani ini pertama kali ditemukan terdapat pada tubuh dua harimau yang mati, yang berada di benua Eropa pada tahun 1878, dan pada beberapa tahun kemudian barulah cacing paru ini terinfeksi pada manusia yang ditemukan di Formosa, banyak cara bagaimana cacing paru tersebut dapat menular pada manusia,dan penyebarannya pun yang sangat beranekaragam.
Hospes dan Nama penyakit
Manusia dan binatang pemakan ketam/udang batu seperti kucing, anjing, musang, harimau, serigala dan lain-lain merupakan hospes parasit ini.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di RRC, Taiwan, Jepang, Korea, Filipina, Thailand, India, Malaysia, Afrika, Amerika Latin dan Vietnam.Di Indonesia ditemukan autokton pada binatang, sedangkan pada manusia hanya pada kasus impor saja.
Morfologi
Ukuran telur: 80 –120 x 50 – 60 mikron bentuk oval cenderung asimetris, terdapat operkulum pada kutub yang mengecil. Ukuran operkulum relatif besar, sehingga kadang tampak telurnya seperti terpotong berisi embrio.
Telur Paragonimus westermani
Cacing dewasa:Bersifat hermaprodit, sistem reproduksinya ovivar. Bentuknya seperti daun berukuran 7 – 12 x 4 – 6 mm dengan ketebalan tubuhnya antara 3 – 5 mm.Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.Uterus pendek berkelok-kelok.Testis bercabang, berjumlah 2 buah.Ovarium berlobus terletak di atas testis.Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan.
Cacing Paragonimus westermani
Siklus hidup / Daur hidup
· Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing
· Hospes perantara I : Keong air / siput (Melania/Semisulcospira spp)
· Hospes perantara II : Ketam / kepiting.
Telur keluar bersama tinja atau sputum, dan berisi sel terlur.Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 16 hari lalu menetas.Mirasidium lalu mencari keong air dan dalam keong air terjadi perkembangan.Serkaria keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II, lalu membnetuk metaserkaria di dalam tubuhnya.Infeksi terjadi dengan memakan hospes perantara ke II yang tidak dimasak sampai matang.Dalam hospes definitive, metaserkaria menjadi dewasa muda di duodenum.Cacing dewasa muda bermigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan menuju ke paru.Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor didalamnya.
Siklus hidup Paragonimus westermani
Cara Infeksi:
Manusia dapat terinfeksi oleh Paragonimus westermani karena memakan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria.
Patologi
Pada fase awal invasi tidak memperlihatkan gejala patologik. Pada jaringan paru atau jaringan ektopik lainnya, cacing akan merangsang terbentuknya jaringan ikat dan membentuk kapsul yang berwarna kecoklatan. Kapsul tersebut sering membentuk ulser dan secara perlahan dapat sembuh.Telur cacing di dalam jaringan merupakan pusat terbentuknya pseudotuberkel. Cacing dalam saraf tulang belakang (spinal cord) akan dapat menyebabkan paralysis baik total maupun sebagian. Kasus fatal terjadi bila Paragonimus berada dalam jantung.Kasus serebral dapat menunjukkan gejala seperti Cytisercosis.Kasus pulmonaris dapat menyebabkan gejala gangguan pernafasan yaitu sesak bila bernafas, batuk kronis, dahak/sputum becampur darah yang berwarna coklat (ada telur cacing).Kasus yang fatal sering tetrjadi.
Diagnosis
Diagnosis
Diagnosis pasti hanya dapat ditentukan dengan operasi sehingga menemukan cacing dewasa, juga dapat ditentukan dengan menemukan telur cacing dalam sputum, menyedot cairan pleura, dari feses atau bahan apapun yang menyebabkan ulser dari Paragonimus.Diagnosis dapat dikelirukan dengan tuberkulosis, pneumonia, spirochaeta dan sebagainya.Gangguan serebral perlu dibedakan dengan tumor, cystisercosis, hydatidosis, enchepalitis dan sebagainya.Diagnosis juga dapat dilakukan dengan tes intradermal yang diikuti dengan CFT.
Pengobatan:
Pengobatan:
Klorokuin 0,75 gr/hari sampai 40gr bhitional.
Pencegahan:
Tidak memakan ikan/kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara sempurna sehingga tidak terinfeksi oleh metaserkaria yang ada dalam ikan/kepiting tersebut.Penyuluhan kesehatan yang berhubungan dengan cara masak ketam dan pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai dan sawah dapat mengurangi transmisi paragonimiasis.
b. Trematoda Pembuluh Darah
Pada manusia ditemukan 3 spesies penting: Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium.
Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada binatang dan kadang-kadang dapat menghinggapi manusia.
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif adalah manusia. Berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes reservoar.Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit skistosomiasis atau bilharziasis.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman, berukuran 9,5-19,5 mm x 0,9 mm. Badannya berbentuk gemuk bundar dan pada kutikulumnya terdapat tonjolan halus sampai kasar, tergantung spesiesnya. Di bagian ventral badan terdapat tonjolan halus sampai kasar, tergantung spesiesnya. Di bagian ventral badan terdapat canalis gynaecophorus, tempat cacing betina, sehingga tampak seolah-olah cacing betina ada di dalam pelukan cacing jantan. Cacaing betina badannya lebih halus dan panjang, berukuran 16,0-26,0 mm x 0,3 mm. Pada umumnya uterus berisi 50-300 butir telur. Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah terutama dalam kapiler darah dan vena kecil dekat dengan permukaan selput lendir usus atau kandung kemih.
Pencegahan:
Tidak memakan ikan/kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara sempurna sehingga tidak terinfeksi oleh metaserkaria yang ada dalam ikan/kepiting tersebut.Penyuluhan kesehatan yang berhubungan dengan cara masak ketam dan pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai dan sawah dapat mengurangi transmisi paragonimiasis.
b. Trematoda Pembuluh Darah
Pada manusia ditemukan 3 spesies penting: Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium.
Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada binatang dan kadang-kadang dapat menghinggapi manusia.
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif adalah manusia. Berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes reservoar.Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit skistosomiasis atau bilharziasis.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa jantan berwarna kelabu atau putih kehitam-hitaman, berukuran 9,5-19,5 mm x 0,9 mm. Badannya berbentuk gemuk bundar dan pada kutikulumnya terdapat tonjolan halus sampai kasar, tergantung spesiesnya. Di bagian ventral badan terdapat tonjolan halus sampai kasar, tergantung spesiesnya. Di bagian ventral badan terdapat canalis gynaecophorus, tempat cacing betina, sehingga tampak seolah-olah cacing betina ada di dalam pelukan cacing jantan. Cacaing betina badannya lebih halus dan panjang, berukuran 16,0-26,0 mm x 0,3 mm. Pada umumnya uterus berisi 50-300 butir telur. Cacing trematoda ini hidup di pembuluh darah terutama dalam kapiler darah dan vena kecil dekat dengan permukaan selput lendir usus atau kandung kemih.
Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah. Telur tidak mempunyai operkulum. Telur cacing Schistosoma mempunyai duri dan lokalisasi duri dan tergantung pada spesiesnya. Telur berukuran 95 – 135 x 50 – 60 mikron. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urin. Telur menetas di dalam air; dan larva yang keluar disebut mirasidium.
Cacing ini hanya mempunyai satu macam hospes perantara yaitu keong air, tidak terdapat hospes perantara kedua. Mirasidium masuk ke dalam tubuh keong air dan berkembang menjadi sporokista I dan sporokista II dan kemudian menghasilkan serkaria yang banyak. Serkaria adalah bentuk infektif cacing Schistosoma. Cara infeksi pada manusia adalah serkaria menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang mengandung serkaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masuk ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri; kemudian masuk ke sistem peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati. Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau vena kandung kemih dan kemudian betina bertelur setelah berkopulasi.
Jenis
I. Schistosoma Japonicum
Hospes dan Nama Penyakit
Hospesnya adalah manusia dan berbagai macam binatang seperti anjing, kucing, rusa, tikus sawah (rattus), sapi, babi rusa, dan lain-lain.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di RRC, Jepang, Filipina, Taiwan, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.Di Indonesia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah yaitu daerah danau Lindu, dan Lembah Napu.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,5 cm dan yang betina kira-kira 1,9 cm, hidupnya di vena mesenterika superior. Telur ditemukan di dinding usus halus dan juga di alat-alat dalam seperti hati, paru, dan otak.
Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan tergantung dari beratnya infeksi. Kelainan yang ditemukan pada stadium I adalah gatal-gatal (uritikaria). Gejala intoksikasi disertai demam hepatomegali dan eosinofilia tinggi.
Pada stadium II ditemukan pula sindrom disentri. Pada stadium III atau stadium menahun ditemukan sirosis hati dna splenomegali; biasanya penderita menjadi lemah (emasiasi). Mungkin terdapat gejala saraf, gejala paru dan lain-lain.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixation test), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay).
Epidemiologi
Di Indonesia penyakit ini ditemukan endemi di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di daerah danau Lindu dan lembah Napu. Di daerah danau Lindu penyakit ini ditemukan pada tahun 1937 dan di lembah Napu pada tahun 1972.
Sebagai sumber infeksi, selain manusia ditemukan pula hewan-hewan lain sebagai hospes reservoar; yang terpenting adalah berbagai spesies tikus sawah (rattus). Selain itu rusa hutan, babi hutan, sapi, dan anjing dilaporkan juga mengandung cacing ini.
Hospes perantaranya, yaitu keong air Oncomelania hupensis Lindoensis baru ditemukan pada tahun 1971 (Carney dkk, 1973). Habitat keong di daerah danau Lindu ada 2 macam, yaitu:
a. Fokus di daerah yang digarap seperti ladang, sawah yang tidak dipakai lagi, atau di pinggir parit di antara sawah.
b. Fokus di daerah hutan di perbatasan bukit dan dataran rendah.
Cara penanggulangan skistomiasis di Sulawesi Tengah, yang sudah diterapkan sejak tahun 1982 adalah pengobatan masal dengan prazikuantel yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan melalui Subdirektorat Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Subdit, P2M dan PLP) dengan hasil cukup baik. Prevalensi dari kira-kira 37% turun menjadi kira-kira 1,5% setelah pengobatan.
II. Schistoma Mansoni
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif adalah manusia dan kera baboon di Afrika sebagai hospes reservoar. Pada manusia cacing ini menyebabkan skistosomiasis usus.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Afrika, berbagai negara Arab (Mesir), Amerika Selatan dan Tengah.
Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan dan gejala yang ditimbulkannya kira-kira sama seperti pada S. Japonicum, akan tetapi lebih ringan.Pada penyakit ini splenomegali dilaporkan dapat menjadi beray sekali.
Diagnosis, Pengobatan, Prognosis, dan Epidemiologi
Sama seperti pada S. Japonicum.
III. Schistosoma Haematobium
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif adalah manusia. Cacing ini menyebabkan skistosomiasis kandung kemih. Baboon dan kera lain dilaporkan sebagai hospes reservoar.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Afrika, Spanyol, dan berbagai negara Arab (Timur Tengah, Lembah Nil); tidak ditemukan di Indonesia.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,3 cm dan yang betina kira-kira 2,0 cm. Hidupnya di vena panggul kecil, terutama di vena kandung kemih.Telur ditemukan di urin dan alat-alat dalam lainnya, juga di alat kelamin dan rektum.
Patologi dan Gejala Klinis
Kelamin terutama ditemukan pada dinding kandung kemih. Gejala yang ditemukan adalah hematuria dan disuria bila terjadi sistitis. Sindroma disentri ditemukan bila terjadi kelainan di rekrum.
c. Trematoda Hati
Fasciola hepatica (Cacing Hati)
· Kingdom : Animalia
· Phylum : Platyhelminthes
· Kelas : Trematoda
· Ordo : Echinostomida
· Genus : Fasciola
· Spesies : Fasciola Hepatica
Siklus Hidup
· Hospes Definitif : Manusia, kambing dansapi
· Hospes Perantara : I. Keong air (Lymnea) II. Tanaman air
· Nama penyakit : fasioliasis
I. Schistosoma Japonicum
Hospes dan Nama Penyakit
Hospesnya adalah manusia dan berbagai macam binatang seperti anjing, kucing, rusa, tikus sawah (rattus), sapi, babi rusa, dan lain-lain.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di RRC, Jepang, Filipina, Taiwan, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.Di Indonesia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah yaitu daerah danau Lindu, dan Lembah Napu.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,5 cm dan yang betina kira-kira 1,9 cm, hidupnya di vena mesenterika superior. Telur ditemukan di dinding usus halus dan juga di alat-alat dalam seperti hati, paru, dan otak.
Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan tergantung dari beratnya infeksi. Kelainan yang ditemukan pada stadium I adalah gatal-gatal (uritikaria). Gejala intoksikasi disertai demam hepatomegali dan eosinofilia tinggi.
Pada stadium II ditemukan pula sindrom disentri. Pada stadium III atau stadium menahun ditemukan sirosis hati dna splenomegali; biasanya penderita menjadi lemah (emasiasi). Mungkin terdapat gejala saraf, gejala paru dan lain-lain.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixation test), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay).
Epidemiologi
Di Indonesia penyakit ini ditemukan endemi di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di daerah danau Lindu dan lembah Napu. Di daerah danau Lindu penyakit ini ditemukan pada tahun 1937 dan di lembah Napu pada tahun 1972.
Sebagai sumber infeksi, selain manusia ditemukan pula hewan-hewan lain sebagai hospes reservoar; yang terpenting adalah berbagai spesies tikus sawah (rattus). Selain itu rusa hutan, babi hutan, sapi, dan anjing dilaporkan juga mengandung cacing ini.
Hospes perantaranya, yaitu keong air Oncomelania hupensis Lindoensis baru ditemukan pada tahun 1971 (Carney dkk, 1973). Habitat keong di daerah danau Lindu ada 2 macam, yaitu:
a. Fokus di daerah yang digarap seperti ladang, sawah yang tidak dipakai lagi, atau di pinggir parit di antara sawah.
b. Fokus di daerah hutan di perbatasan bukit dan dataran rendah.
Cara penanggulangan skistomiasis di Sulawesi Tengah, yang sudah diterapkan sejak tahun 1982 adalah pengobatan masal dengan prazikuantel yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan melalui Subdirektorat Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Subdit, P2M dan PLP) dengan hasil cukup baik. Prevalensi dari kira-kira 37% turun menjadi kira-kira 1,5% setelah pengobatan.
II. Schistoma Mansoni
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif adalah manusia dan kera baboon di Afrika sebagai hospes reservoar. Pada manusia cacing ini menyebabkan skistosomiasis usus.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Afrika, berbagai negara Arab (Mesir), Amerika Selatan dan Tengah.
Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan dan gejala yang ditimbulkannya kira-kira sama seperti pada S. Japonicum, akan tetapi lebih ringan.Pada penyakit ini splenomegali dilaporkan dapat menjadi beray sekali.
Diagnosis, Pengobatan, Prognosis, dan Epidemiologi
Sama seperti pada S. Japonicum.
III. Schistosoma Haematobium
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif adalah manusia. Cacing ini menyebabkan skistosomiasis kandung kemih. Baboon dan kera lain dilaporkan sebagai hospes reservoar.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Afrika, Spanyol, dan berbagai negara Arab (Timur Tengah, Lembah Nil); tidak ditemukan di Indonesia.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1,3 cm dan yang betina kira-kira 2,0 cm. Hidupnya di vena panggul kecil, terutama di vena kandung kemih.Telur ditemukan di urin dan alat-alat dalam lainnya, juga di alat kelamin dan rektum.
Patologi dan Gejala Klinis
Kelamin terutama ditemukan pada dinding kandung kemih. Gejala yang ditemukan adalah hematuria dan disuria bila terjadi sistitis. Sindroma disentri ditemukan bila terjadi kelainan di rekrum.
c. Trematoda Hati
Fasciola hepatica (Cacing Hati)
· Kingdom : Animalia
· Phylum : Platyhelminthes
· Kelas : Trematoda
· Ordo : Echinostomida
· Genus : Fasciola
· Spesies : Fasciola Hepatica
Siklus Hidup
· Hospes Definitif : Manusia, kambing dansapi
· Hospes Perantara : I. Keong air (Lymnea) II. Tanaman air
· Nama penyakit : fasioliasis
Cacing ini tidak mempunyai anus dan alat ekskresinya berupa sel api. Cacing ini bersifat hemaprodit, berkembang biak dengan cara pembuahan sendiri atau silang, jumlah telur yang dihasilkan sekitar 500.000 butir. Hati seekor domba dapat mengandung 200 ekor cacing atau lebih. Karena jumlah telurnya sangat banyak, maka akan keluar dari tubuh ternak melalui saluran empedu atau usus bercampur kotoran. Jika ternak tersebut mengeluarkan kotoran, maka telurnya juga akan keluar, jika berada di tempat yang basah, maka akan menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Larva tersebut akan berenang, apabila bertemu dengan siputLymnea auricularis akan menempel pada mantel siput. Di dalam tubuh siput, silia sudah tidak berguna lagi dan berubah menjadi sporokista. Sporokista dapat menghasilkan larva lain secara partenogenesis yang disebut redia yang juga mengalami partenogensis membentuk serkaria. Setelah terbentuk serkaria, maka akan meninggalkan tubuh siput dan akan berenang sehingga dapat menempel pada rumput sekitar kolam/sawah. Apabila keadaan lingkungan tidak baik, misalnya kering maka kulitnya akan menebal dan akan berubah menjadi metaserkaria. Pada saat ternak makan rumput yang mengandung metaserkaria, maka sista akan menetas di usus ternak dan akan menerobos ke dalam hati ternak dan berkembang menjadi cacing muda, demikian seterusnya.
Penjelasan Singkat
Telur –> Larva Mirasidium masuk ke dalam tubuh siput Lymnea –> Sporokista –> berkembang menjadi Larva (II) : Redia –> Larva (III) : Serkaria yang berekor, kemudian keluar dari tubuh keong –> Kista yang menempel pada tetumbuhan air (terutama selada air –>Nasturqium officinale) kemudian termakan hewan ternak (dapat tertular ke orang, apabila memakan selada air) –> masuk ke tubuh dan menjadi Cacing dewasa menyebabkan Fascioliasis.
Penjelasan Singkat
Telur –> Larva Mirasidium masuk ke dalam tubuh siput Lymnea –> Sporokista –> berkembang menjadi Larva (II) : Redia –> Larva (III) : Serkaria yang berekor, kemudian keluar dari tubuh keong –> Kista yang menempel pada tetumbuhan air (terutama selada air –>Nasturqium officinale) kemudian termakan hewan ternak (dapat tertular ke orang, apabila memakan selada air) –> masuk ke tubuh dan menjadi Cacing dewasa menyebabkan Fascioliasis.
Ciri-ciri morfologi Fasciola hepatica
· Bersifat hermaprodit.
o Sistem reproduksinya ovivar. Bentuknya menyerupai daun berukuran 20 – 30 mm x 8 – 13 mm.
o Mempunyai tonjolan konus (cephalis cone) pada bagian anteriornya.
o Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.
o Uterus pendek berkelok-kelok.
§ Testis bercabang banyak, letaknya di pertengahan badan berjumlah 2 buah
· Bersifat hermaprodit.
o Sistem reproduksinya ovivar. Bentuknya menyerupai daun berukuran 20 – 30 mm x 8 – 13 mm.
o Mempunyai tonjolan konus (cephalis cone) pada bagian anteriornya.
o Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.
o Uterus pendek berkelok-kelok.
§ Testis bercabang banyak, letaknya di pertengahan badan berjumlah 2 buah
Patologi dan Gejala klinis
Terjadi sejak larva masuk kesaluran empedu sampai menjadi dewasa.Parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran.Selain itu, dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati.Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema.Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat disaluran empedu dan lamanya infeksi gejala dari penyakit fasioliasis biasanya pada stadium ringan tidak ditemukan gejala.Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, perut terasa penuh, diare dan pembesaran hati.Pada stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran hati, ikterus, asites, dan serosis hepatis.
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan yang dapat diberikan antara lain:
· Heksakloretan
· Heksaklorofan
· Rafoxamide
· Niklofolan
· Bromsalan yang disuntikkan di bawah kulit
Cara-cara pencegahan
· Tidak memakan sayuran mentah.
· Pemberantasan penyakit fasioliasis pada hewan ternak.
o Kandang harus dijaga tetap bersih, dan kandang sebaiknya tidak dekat kolam atau selokan.
o Siput-siput disekitar kandang dimusnakan untuk memutus siklus hidup Fasciola hepatica.
Clonorchis sinensis
Terjadi sejak larva masuk kesaluran empedu sampai menjadi dewasa.Parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran.Selain itu, dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati.Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema.Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat disaluran empedu dan lamanya infeksi gejala dari penyakit fasioliasis biasanya pada stadium ringan tidak ditemukan gejala.Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, perut terasa penuh, diare dan pembesaran hati.Pada stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran hati, ikterus, asites, dan serosis hepatis.
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan yang dapat diberikan antara lain:
· Heksakloretan
· Heksaklorofan
· Rafoxamide
· Niklofolan
· Bromsalan yang disuntikkan di bawah kulit
Cara-cara pencegahan
· Tidak memakan sayuran mentah.
· Pemberantasan penyakit fasioliasis pada hewan ternak.
o Kandang harus dijaga tetap bersih, dan kandang sebaiknya tidak dekat kolam atau selokan.
o Siput-siput disekitar kandang dimusnakan untuk memutus siklus hidup Fasciola hepatica.
Clonorchis sinensis
Morfologi Clonorchis sinensis
Cacing dewasa berbentuk cacing pipih memanjang, transparan dan bagian posterior membulat. Memiliki ukuran 10-25 x 3-5 mm dengan integument tidak berduri, batil isap kepala sedikit lebih besar dibandingkan batil isap perut dan terletak pada 1/3 anterior tubuh.Gambaran khas pada besar dan dalamnya lekuk lobus/cabang testis, dengan cabang ke lateral.Letak testis berurutan, sebelah posterior dari ovarium yang lebih kecil dan juga berlobus. Ovarium ini terletak digaris tengah, pada pertemuan 1/3 posterior dan 1/3 tengah tubuh, uterus tampak berkelok-kelok, bermuara pada porus genitalis berdampingan dengan muara alat kelamin jantan.
Cacing dewasa berbentuk cacing pipih memanjang, transparan dan bagian posterior membulat. Memiliki ukuran 10-25 x 3-5 mm dengan integument tidak berduri, batil isap kepala sedikit lebih besar dibandingkan batil isap perut dan terletak pada 1/3 anterior tubuh.Gambaran khas pada besar dan dalamnya lekuk lobus/cabang testis, dengan cabang ke lateral.Letak testis berurutan, sebelah posterior dari ovarium yang lebih kecil dan juga berlobus. Ovarium ini terletak digaris tengah, pada pertemuan 1/3 posterior dan 1/3 tengah tubuh, uterus tampak berkelok-kelok, bermuara pada porus genitalis berdampingan dengan muara alat kelamin jantan.
Organ reproduksi trematoda komplex dan daur hidup biasanya melibatkan beberapa tuan rumah yang berbeda, yang berakibat dalam penambahan kekuatan dari reproduksi. Reproduksi dari sebagian besar keturunan diperlukan dalam hewan parasit kerena kesempatan suatu individual akan mencapai tuan rumah baru agak enteng. Sebagian besar trematoda hermaphrodit. Telur dari satu cacing mungkin dibuahi oleh spermatozoa dari cacing yang sama, dengan fertilisasi silang dapat terjadi. Larva yang ditetaskan dari telur trematoda ectoparasitic adalah berupa cilia dan berenang kira-kira sampai mereka melekatkan diri ke tuan rumah yang baru. Trematoda endoparasitic biasanya terlewati melalui daur hidup terkomplikasi seperti pada cacing hati.
Telur berbentuk oval dengan ukuran 28-35 x 12-19 µm, ukuran dinding sedang, memiliki operculum konveks, bagian posterior menebal. Telur diletakkan dalam saluran empedu dalam keadaan sudah matang kemudian keluar bersama tinja dan baru menetas apabila ditelan oleh hospes perantara I. telur dalam tinja dapat bertahan selama 2 hari pada suhu 26⁰C dan 5 hari pada suhu 4-8⁰C. dalam hospes perantara I miracidium berubah menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria memiliki kelenjar penetrasi pada bagian kepala untuk menembus ikan tempat akan membentuk metaserkaria dalam otot atau kulit ikan tersebut. Perkembangan dalam tubuh ikan berlangsung selama 23 hari. Jika daging ikan yang mengandung cacing tersebut (“kista”) dimasak kurang sempurna, jika dimakan hospes maka di dalam duodenum, larva keluar dari “kista” masuk ke saluran empedu sebelah distal dan cabang-cabangnya melalui ampula vateri. Untuk menjadi cacing dewasa diperlukan waktu satu bulan, sedangkan seluruh siklus diperlukan sekitar 3 bulan.
Siklus hidup Clonorchis sinensis
Cara penularan dan Manusia terinfeksi karena memakan ikan air-tawar contoh makanan yang mentah atau kurang matang yang mengandung terlibat dalam KLB larva berbentuk kista (metaserkaria). Pada saat dicerna, larva cacing akan terbebas dari dalam kista dan bermigrasi melalui duktus koledokus ke dalam percabangan empedu. Telur yang terletak dalam saluran empedu diekskresikan ke dalam tinja.Telur dalam tinja mengandung mirasidium yang sudah berkembang lengkap. Kalau telur ini dimakan oleh siput yang rentan, telur akan menetas dalam usus siput, menembus jaringan tubuhnya dan secara aseksual menghasilkan larva (serkaria) yang bermigrasi ke dalam air. Jika mengenai pejamu perantara yang kedua, serkaria akan menembus tubuh pejamu dan membentuk kista, biasanya dalam otot dan terkadang di bawah sisik. Siklus hidup cacing klonorkis yang lengkap mulai dari siput, ikan sampai manusia memerlukan waktu sedikitnya 3 bulan.
Siklus hidup Clonorchis sinensis
Cara penularan dan Manusia terinfeksi karena memakan ikan air-tawar contoh makanan yang mentah atau kurang matang yang mengandung terlibat dalam KLB larva berbentuk kista (metaserkaria). Pada saat dicerna, larva cacing akan terbebas dari dalam kista dan bermigrasi melalui duktus koledokus ke dalam percabangan empedu. Telur yang terletak dalam saluran empedu diekskresikan ke dalam tinja.Telur dalam tinja mengandung mirasidium yang sudah berkembang lengkap. Kalau telur ini dimakan oleh siput yang rentan, telur akan menetas dalam usus siput, menembus jaringan tubuhnya dan secara aseksual menghasilkan larva (serkaria) yang bermigrasi ke dalam air. Jika mengenai pejamu perantara yang kedua, serkaria akan menembus tubuh pejamu dan membentuk kista, biasanya dalam otot dan terkadang di bawah sisik. Siklus hidup cacing klonorkis yang lengkap mulai dari siput, ikan sampai manusia memerlukan waktu sedikitnya 3 bulan.
Ikan yang mengandung metaserkaria akan termakan oleh manusia jika ikan tersebut tidak dimasak dengan matang. Metaserkaria dalam bentuk kista masuk ke dalam system pencernaan, kemudian berpindah ke hati melalui saluran empedu dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Masa inkubasi Tidak bisa diperkirakan, masa inkubasi bervariasi menurut jumlah cacing yang ada.Gejala dimulai dengan masuknya cacing yang imatur ke dalam sistem empedu dalam waktu satu bulan sesudah larva yang berbentuk kista (metaserkaria) termakan oleh pasien.Gejala-gejala gangguan rasa nyaman pada abdomen kuadran kanan atas dengan awitan yang bertahap, anoreksia, gangguan pencernaan, nyeri atau distensi abdomen dan buang air besar yang tidak teratur.
Penyebaran geografis Clonorchis sinensis
Daerah endemis adalah Asia termasuk Korea, China, Taiwan, dan Vietnam. Clonorchiasis juga dilaporkan terjadi di Negara nonendemis(Amerika Serikat). Kasus infeksi terjadi pada imigran atau memakan ikan segar mentah yang mengandung metaserkaria . Diorient, tetapi tidak terdapat di Western Hemisphere. Reservoir atau sumber Siput merupakan pejamu perantara yang pertama.Sekitar 40 spesies ikan sungai berperan sebagai pejamu perantara sekunder. Manusia, anjing, kucing dan banyak spesies mamalia pemakan-ikan yang lain merupakan pejamu akhir.
Patologi dan gejala klinik Clonorchis sinensis
Perubahan patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu.Pengaruhnya terutama bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi, untungnya jumlah cacing yang menginfeksi biasanya sedikit.Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing.Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya penebalan epithel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu.Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parenchym hati dapat merusak sel sekitarnya.Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi hati.
Masa inkubasi Tidak bisa diperkirakan, masa inkubasi bervariasi menurut jumlah cacing yang ada.Gejala dimulai dengan masuknya cacing yang imatur ke dalam sistem empedu dalam waktu satu bulan sesudah larva yang berbentuk kista (metaserkaria) termakan oleh pasien.Gejala-gejala gangguan rasa nyaman pada abdomen kuadran kanan atas dengan awitan yang bertahap, anoreksia, gangguan pencernaan, nyeri atau distensi abdomen dan buang air besar yang tidak teratur.
Penyebaran geografis Clonorchis sinensis
Daerah endemis adalah Asia termasuk Korea, China, Taiwan, dan Vietnam. Clonorchiasis juga dilaporkan terjadi di Negara nonendemis(Amerika Serikat). Kasus infeksi terjadi pada imigran atau memakan ikan segar mentah yang mengandung metaserkaria . Diorient, tetapi tidak terdapat di Western Hemisphere. Reservoir atau sumber Siput merupakan pejamu perantara yang pertama.Sekitar 40 spesies ikan sungai berperan sebagai pejamu perantara sekunder. Manusia, anjing, kucing dan banyak spesies mamalia pemakan-ikan yang lain merupakan pejamu akhir.
Patologi dan gejala klinik Clonorchis sinensis
Perubahan patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu.Pengaruhnya terutama bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi, untungnya jumlah cacing yang menginfeksi biasanya sedikit.Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing.Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya penebalan epithel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu.Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parenchym hati dapat merusak sel sekitarnya.Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi hati.
Gejala asites sering ditemukan pada kasus yang berat, tetapi apakah ada hubungannya antara infeksi C. sinensis dengan asites ini masih belum dapat dipastikan.Gejala joundice (penyakit kuning) dapat terjadi, tetapi persentasinya masih rendah, hal ini mungkin disebabkan oleh obstruksi saluran empedu oleh telur cacing.Kejadian kanker hati sering dilaporkan di Jepang, hal ini perlu penelitioan lebih jauh apakah ada hubungannya dengan penyakit Clonorchiasis.
Cacing ini menyebabkan iritasi pd saluran empedu dan penebalan dinding saluran dan perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati.Gejala dibagi 3 stadium:
a. Stadium ringan tidak ada gejala.
b. Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, diare, edema, dan pembesaran hati.
c. Stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal terdiri dari pembesaran hati, edema, dan kadang-kadang menimbulkan keganasan dlm hati, dapat menyebabkan kematian.
Diagnosa laboratorium Clonorchis sinensis
Diagnosa didasarkan pada isolasi feses telur Clonoschis sinensis bersama dengan adanya tanda-tanda pankreatitis atau primary. Beberapa kucing mungkin menunjukkan penyakit kuning dalam kasus-kasus lanjutan dengan parasit beban berat. Sejumlah cacing hati lain yang mempengaruhi kucing, seperti viverrini Opisthorchis , dan felineus Opisthorchis , dapat dibedakan dengan pemeriksaan miscoscopic atau yang lebih baru tes PCR.
Pengobatan penyakit Clonorchiasis
Dapat diberikan klorokuin difosfat dosis 250 mg 3 kali sehari selama 6 minggu. Pengobatan ini sering gagal disertai optic neuropati, sehingga perlu dicari obat lain yang lebih baik. Praziquantel lebih efektif dan lebih aman.
Pencegahan penyakit Clonorchiasis
Mengurangi sumber infeksi dengan melakukan pengobatan pada penderita. Menghindarkan penularan melalui ikan dengan memasak sempurna, pengasinan, pendinginan atau pemberian cuka bagi ikan yang akan dimakan, selain itu diperlukan pendidikan yang berhubungan dengan sanitasi.
Pencegahan penularan cacing Clonorchis sinensis pada manusia juga dapat dilakukan dengan cara memutus rantai hidup cacing ini, meliputi :
4. Tindakan pengendalian Industri; pembuangan ekskreta dan air limbah atau khusus kotor yang aman untuk mencegah kontaminasi pada air sungai, pengolahan air limbah untuk keperluan akua kultur, iradiasi ikan air tawar, pembekuan dingin, perlakuan panas, misalnya pengalengan.
5. Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga; memasak ikan air tawar sampai benar-benar matang. Konsumen harus menghindari konsumsi ikan air tawar yang mentah atau kurang matang.
d. Trematoda Usus
Cacing trematoda fasciolopsis buski adalah suatu trematoda yang di dapatkan pada manusia atu hewan.trematoda tersebut mempunyai ukuran terbesar di antara treramatoda lain yang di temukan pada manusia.
Cacing ini pertama kali di temukan oleh busk (1843) pada otoupsi seorang pelaut yang meninggal di London
Hospes Dan Nama Penyakit
Kecuali manusia dan babi yang dapat menjadi hospes definitif cacing tersebut,hewan lain seperti anjing dan kelinci juga dapat di hinggapi.penyakit yang di sebabkan cacing ini di sebut ;fasiolopsiasis
Distribusi Geografis
Fasciolopsis buski adalah cacing trematoda yang sering di temukan pada manusia dan babi di RRC.cacing ini juga dilaporkan dari berbagai Negara seperti Taiwan,Vietnam,Thailand,India,dan Indonesia.
Morfologi Daur Hidup
Cacing dewasa yang di temukanpada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5cm dan lebar 0,8-2,0cm.bentuknya agak lonjong dan tebal.biasanya kutikulum di tutupi duri-duri kecil yang letaknya melintang.duri-duri tersebut sering rusak karena cairan usus.batil isap berukuran kira-kira ¼ ukuran batil isap perut. saluran pencernaan terdiri dari prefaring yang pendek,faring yang menggelembung,eshofagusyang pendek,serta sepasang sekum yang tidak bercabang,dengan dua identasi yang khas.dua buah testis yang bercabang cabang letaknya agak tandem di bagian posterior dari cacing.pitelaria letaknya lebih lateral dari sekum,meliputi badan cacing setinggi batil isap perut sampai keujung badan ovarium bentuknya agak bulat.uterus berpangkal pada ootip,berkelok-kelok kearah anterior badan cacing,ukurang bermuara pada atrium genital,pada sisi anterior batil isap perut.
a. Stadium ringan tidak ada gejala.
b. Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, diare, edema, dan pembesaran hati.
c. Stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal terdiri dari pembesaran hati, edema, dan kadang-kadang menimbulkan keganasan dlm hati, dapat menyebabkan kematian.
Diagnosa laboratorium Clonorchis sinensis
Diagnosa didasarkan pada isolasi feses telur Clonoschis sinensis bersama dengan adanya tanda-tanda pankreatitis atau primary. Beberapa kucing mungkin menunjukkan penyakit kuning dalam kasus-kasus lanjutan dengan parasit beban berat. Sejumlah cacing hati lain yang mempengaruhi kucing, seperti viverrini Opisthorchis , dan felineus Opisthorchis , dapat dibedakan dengan pemeriksaan miscoscopic atau yang lebih baru tes PCR.
Pengobatan penyakit Clonorchiasis
Dapat diberikan klorokuin difosfat dosis 250 mg 3 kali sehari selama 6 minggu. Pengobatan ini sering gagal disertai optic neuropati, sehingga perlu dicari obat lain yang lebih baik. Praziquantel lebih efektif dan lebih aman.
Pencegahan penyakit Clonorchiasis
Mengurangi sumber infeksi dengan melakukan pengobatan pada penderita. Menghindarkan penularan melalui ikan dengan memasak sempurna, pengasinan, pendinginan atau pemberian cuka bagi ikan yang akan dimakan, selain itu diperlukan pendidikan yang berhubungan dengan sanitasi.
Pencegahan penularan cacing Clonorchis sinensis pada manusia juga dapat dilakukan dengan cara memutus rantai hidup cacing ini, meliputi :
4. Tindakan pengendalian Industri; pembuangan ekskreta dan air limbah atau khusus kotor yang aman untuk mencegah kontaminasi pada air sungai, pengolahan air limbah untuk keperluan akua kultur, iradiasi ikan air tawar, pembekuan dingin, perlakuan panas, misalnya pengalengan.
5. Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga; memasak ikan air tawar sampai benar-benar matang. Konsumen harus menghindari konsumsi ikan air tawar yang mentah atau kurang matang.
d. Trematoda Usus
Cacing trematoda fasciolopsis buski adalah suatu trematoda yang di dapatkan pada manusia atu hewan.trematoda tersebut mempunyai ukuran terbesar di antara treramatoda lain yang di temukan pada manusia.
Cacing ini pertama kali di temukan oleh busk (1843) pada otoupsi seorang pelaut yang meninggal di London
Hospes Dan Nama Penyakit
Kecuali manusia dan babi yang dapat menjadi hospes definitif cacing tersebut,hewan lain seperti anjing dan kelinci juga dapat di hinggapi.penyakit yang di sebabkan cacing ini di sebut ;fasiolopsiasis
Distribusi Geografis
Fasciolopsis buski adalah cacing trematoda yang sering di temukan pada manusia dan babi di RRC.cacing ini juga dilaporkan dari berbagai Negara seperti Taiwan,Vietnam,Thailand,India,dan Indonesia.
Morfologi Daur Hidup
Cacing dewasa yang di temukanpada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5cm dan lebar 0,8-2,0cm.bentuknya agak lonjong dan tebal.biasanya kutikulum di tutupi duri-duri kecil yang letaknya melintang.duri-duri tersebut sering rusak karena cairan usus.batil isap berukuran kira-kira ¼ ukuran batil isap perut. saluran pencernaan terdiri dari prefaring yang pendek,faring yang menggelembung,eshofagusyang pendek,serta sepasang sekum yang tidak bercabang,dengan dua identasi yang khas.dua buah testis yang bercabang cabang letaknya agak tandem di bagian posterior dari cacing.pitelaria letaknya lebih lateral dari sekum,meliputi badan cacing setinggi batil isap perut sampai keujung badan ovarium bentuknya agak bulat.uterus berpangkal pada ootip,berkelok-kelok kearah anterior badan cacing,ukurang bermuara pada atrium genital,pada sisi anterior batil isap perut.
Telur berbentuk agak lonjong berdingding tipis transparan,dengan sebuah operculum yang nyaris terlihat pada sebuah kutubnya,berukurang panjang 130-140mikron dan lebar80-85mikron.setiap ekor cacing dapat mengeluarkan 5000-48000betir telur sehari.telur-telur tersebut dalam air bersuhu 70derajat sampai 32derajat C,menetas setelah 3-7 minggu.mirasidium yang bersilia keluar dari telur yang menetas,berenang bebas dalam air untuk masuk ke dalam tubuh hospes perantara I yang sesuai.biasanya hospes perantara I tersebut adalah keong air tawar,seperti genus segmentina,hippeutus,dan gyraulus,dalam keong, mirasidum tumbuh menjadi sporokista yang kemudian berpindah ke daerah jantung dan hati keong.bila sporokista matang menjadi koyak dan melepaskan banyak radia induk.dalam radia di bentuk banyak radia anak,yang pada giliranya membentuk serkaria,sarkaria ini seperti miresidum yang dapat berenang bebas dalm air,berbentuk seperti kecebong ,ekornya melurus dan meruncing pada ujungnya,berukurang kira-kira 500mikron dengan badan agak bulatdengan berukuran 195mikron x 145mikron.
Patologi Dan Gejala Klinis
Cacing dewasa fasciolopsis buski,melekat denan perantara batil isap perut pada mukosa usus muda seperti duodenum dan yeyenum,cacing ini memakan isi usus,maupun permukaan mukosa usus,pada tempat pelekatan cacing tersebut terdapat peradangan ,tukak(ulkus),maupun abses,apabila terjadi erosi kapiler pada tempat tersebut ,maka timbul pendarahan,cacing dalam jumlah besar dapat menyebabkan sumbatan yang menimbulkan gejala ileus akut.
Gejala klinis yang dini pada akhir masa inkubasi ,adalah diare dan nyeri,uluhati (epigastrium) diare yang mulanya di selingi konstipasi,kemudian menjadi persisten,warna tinja menjadi hijau kuning,berbau busuk dan berisi makanan yang tidak di cerna,pada beberapa pasien nafsu makan cukup baik atau berlebihan walaupun ada yang mengalami gejala mual,muntah,atau tidak memiliki selera (semua ini tergantung dari berat ringanya penyakit)
Diagnosis
Sering gejala klinis seperti di atas di dapatkan di suatu daerah pada ademi,cukup untuk menunjukan adanya penderita fasiolopsiasis namun diagnosa pasti dengan menemukan telur dalam tinja.
Pengobatan
Obat yang efektif untuk penyakit ini adalah diklorofen ,niklosamid,dan prazikuantel.
Prognosis
Penyakit ini yang berat dalam menyebabkan kematian,akan tetapi bila di lakukan pengobatan sedini mungkin masih dapat memberi harapan untuk sembuh,masalah yang penting adalah reinfeksi yang sering terjadi pada penderita.
2. Chestoda (Cacing Pita)
a. Cacing Pita Babi (Taenia solium)
Taenia solium adalah parasit kosmopolit, namun akan sulit ditemukan pada Negara-negra islami. T. solium merupakan pathogen yang umum terdapat di lingkungan yang buruk, dimana manusia tinggalnya sangat berdekatan dengan babi- babi dan memakan daging babi yang kurang matang. Oleh karena itu, penyakit cacingan karena cacing T. solium ini sangat jarang ditemukan pada lingkungan muslim.
Cacing tersebut banyak ditemukan di negara-negara yang mempunyai banyak peternakan babi dan di daerah yang penduduknya banyak menyantap daging babi atau berhubungan dengan religi tertentu yang memiliki kebiasaan untuk mengkonsumsi daging babi, seperti di Eropa (Gzech, Slowakia, Kroatia, dan Serbia), Amerika latin, Cina, India, Amerika Utara, dan juga beberapa daerah di Indonesia ( Irian Jaya, Bali dan Sumatera Utara).
Hasil survey lapangan yang diadakan pada tahun 2000 dan 2001, para peneliti menemukan bahwa menunjukkan 5 (8.6%) dari 58 masyarakat lokal dan 7 (11%) dari 64 anjing local yang hidup kira-kira 1 km dari ibukota local, wamena, Jayawijaya, ditemukan cacing pita dewasa dan sistiserkus T. solium. Karena prevalensi cacing ini telah mendunia dan meningkatnya imigrasi dan jumlah turis asing, T. solium merupakan salah satu pathogen penting di United stated. Dari 100 juta infeksi cacingan per tahunnya, 50 juta kasus infeksi tersebut disebabkan oleh T. solium. Infeksi T. solium jarang memasuki United states kecuali daerah dengan tingkat imigrasi tinggi dari Mexico, Latin America, Iberian peninsula, Slavic countries, Africa, India, Southeast Asia, dan China.
Morfologi
Cacing dewasa dapat berukuran 3-8m. Struktur tubuh cacing ini terdiri dari skolex, leher dan proglotid. Cacing dewasa menempel pada dinding usus dengan scolex nya, sedangkan sistiserkus nya terdapat di jaringan otot atau subkutan. Cacing ini terdiri dari 800-1000 ruas proglotid. Skolex yang bulat berukuran kira-kira 1 mm, mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum (tonjolan lemak) yang mempunyai 2 baris kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah.
Bentuk proglotid gravid nya mempunyai ukuran panjang yang hamper sama dengan lebarnya, dapat dilihat pada gambar…. Jumlah cabang uterus pada proglotid gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi. Lubang kelamin letaknya bergantian selang seling pada sisi kanan atau kiri strobila secara tidak beraturan.
Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur. Telurnya keluar melalui robekan celah pada proglotid. Telur dapat dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri melalui lubang uterus.
Host
Host definitive cacing ini adalah manusia, sedangkan host intermediate nya adalah babi, monyet, onta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan manusia. Hal ini terjadi bila manusia memakan daging babi yang mengandung sistiserkus T. solium. Sebagai host intermediate, babi dapat mengandung cacing ini bila telur cacing yang terdapat pada feses manusia yang terinfeksi termakan.
Bila manusia bertindak sebagai intermediate host, maka sistiserkus T. solium berada di dalam jaringan otot atau jaringan subkutan. Hal ini terjadi bila manusia makan makanan yang terkontaminasi oleh telur T. solium. Infeksi pada manusia, umumnya terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing T. solium. Telur cacing tersebut dapat berasal dari penderita yang mengandung cacing dewasa ataupun autoinfeksi dari penderita itu sendiri (feses-tangan-mulut). Hewan lain dan anjing pun dapat mengandung sistiserkus di dalam dagingnya bila terinfeksi oleh telur T. solium. (Keterangan: definitive host adalah tempat parasit hidup, tumbuh menjadi dewasa dan berkembangbiak secara seksual). Intermediat host adalah tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif yang siap ditularkan kepada manusia.). Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing dewasa disebut Teniasis solium, sedangkan yang disebabkan oleh stadium larva disebut sistiserkosis.
Patologi Dan Gejala Klinis
Cacing dewasa fasciolopsis buski,melekat denan perantara batil isap perut pada mukosa usus muda seperti duodenum dan yeyenum,cacing ini memakan isi usus,maupun permukaan mukosa usus,pada tempat pelekatan cacing tersebut terdapat peradangan ,tukak(ulkus),maupun abses,apabila terjadi erosi kapiler pada tempat tersebut ,maka timbul pendarahan,cacing dalam jumlah besar dapat menyebabkan sumbatan yang menimbulkan gejala ileus akut.
Gejala klinis yang dini pada akhir masa inkubasi ,adalah diare dan nyeri,uluhati (epigastrium) diare yang mulanya di selingi konstipasi,kemudian menjadi persisten,warna tinja menjadi hijau kuning,berbau busuk dan berisi makanan yang tidak di cerna,pada beberapa pasien nafsu makan cukup baik atau berlebihan walaupun ada yang mengalami gejala mual,muntah,atau tidak memiliki selera (semua ini tergantung dari berat ringanya penyakit)
Diagnosis
Sering gejala klinis seperti di atas di dapatkan di suatu daerah pada ademi,cukup untuk menunjukan adanya penderita fasiolopsiasis namun diagnosa pasti dengan menemukan telur dalam tinja.
Pengobatan
Obat yang efektif untuk penyakit ini adalah diklorofen ,niklosamid,dan prazikuantel.
Prognosis
Penyakit ini yang berat dalam menyebabkan kematian,akan tetapi bila di lakukan pengobatan sedini mungkin masih dapat memberi harapan untuk sembuh,masalah yang penting adalah reinfeksi yang sering terjadi pada penderita.
2. Chestoda (Cacing Pita)
a. Cacing Pita Babi (Taenia solium)
Taenia solium adalah parasit kosmopolit, namun akan sulit ditemukan pada Negara-negra islami. T. solium merupakan pathogen yang umum terdapat di lingkungan yang buruk, dimana manusia tinggalnya sangat berdekatan dengan babi- babi dan memakan daging babi yang kurang matang. Oleh karena itu, penyakit cacingan karena cacing T. solium ini sangat jarang ditemukan pada lingkungan muslim.
Cacing tersebut banyak ditemukan di negara-negara yang mempunyai banyak peternakan babi dan di daerah yang penduduknya banyak menyantap daging babi atau berhubungan dengan religi tertentu yang memiliki kebiasaan untuk mengkonsumsi daging babi, seperti di Eropa (Gzech, Slowakia, Kroatia, dan Serbia), Amerika latin, Cina, India, Amerika Utara, dan juga beberapa daerah di Indonesia ( Irian Jaya, Bali dan Sumatera Utara).
Hasil survey lapangan yang diadakan pada tahun 2000 dan 2001, para peneliti menemukan bahwa menunjukkan 5 (8.6%) dari 58 masyarakat lokal dan 7 (11%) dari 64 anjing local yang hidup kira-kira 1 km dari ibukota local, wamena, Jayawijaya, ditemukan cacing pita dewasa dan sistiserkus T. solium. Karena prevalensi cacing ini telah mendunia dan meningkatnya imigrasi dan jumlah turis asing, T. solium merupakan salah satu pathogen penting di United stated. Dari 100 juta infeksi cacingan per tahunnya, 50 juta kasus infeksi tersebut disebabkan oleh T. solium. Infeksi T. solium jarang memasuki United states kecuali daerah dengan tingkat imigrasi tinggi dari Mexico, Latin America, Iberian peninsula, Slavic countries, Africa, India, Southeast Asia, dan China.
Morfologi
Cacing dewasa dapat berukuran 3-8m. Struktur tubuh cacing ini terdiri dari skolex, leher dan proglotid. Cacing dewasa menempel pada dinding usus dengan scolex nya, sedangkan sistiserkus nya terdapat di jaringan otot atau subkutan. Cacing ini terdiri dari 800-1000 ruas proglotid. Skolex yang bulat berukuran kira-kira 1 mm, mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum (tonjolan lemak) yang mempunyai 2 baris kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah.
Bentuk proglotid gravid nya mempunyai ukuran panjang yang hamper sama dengan lebarnya, dapat dilihat pada gambar…. Jumlah cabang uterus pada proglotid gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi. Lubang kelamin letaknya bergantian selang seling pada sisi kanan atau kiri strobila secara tidak beraturan.
Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur. Telurnya keluar melalui robekan celah pada proglotid. Telur dapat dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri melalui lubang uterus.
Host
Host definitive cacing ini adalah manusia, sedangkan host intermediate nya adalah babi, monyet, onta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan manusia. Hal ini terjadi bila manusia memakan daging babi yang mengandung sistiserkus T. solium. Sebagai host intermediate, babi dapat mengandung cacing ini bila telur cacing yang terdapat pada feses manusia yang terinfeksi termakan.
Bila manusia bertindak sebagai intermediate host, maka sistiserkus T. solium berada di dalam jaringan otot atau jaringan subkutan. Hal ini terjadi bila manusia makan makanan yang terkontaminasi oleh telur T. solium. Infeksi pada manusia, umumnya terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing T. solium. Telur cacing tersebut dapat berasal dari penderita yang mengandung cacing dewasa ataupun autoinfeksi dari penderita itu sendiri (feses-tangan-mulut). Hewan lain dan anjing pun dapat mengandung sistiserkus di dalam dagingnya bila terinfeksi oleh telur T. solium. (Keterangan: definitive host adalah tempat parasit hidup, tumbuh menjadi dewasa dan berkembangbiak secara seksual). Intermediat host adalah tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif yang siap ditularkan kepada manusia.). Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing dewasa disebut Teniasis solium, sedangkan yang disebabkan oleh stadium larva disebut sistiserkosis.
Siklus Hidup
Telur keluar dari proglotid gravid, baik setelah proglotid lepas dari strobila, ataupun belum. Telur keluar dari tubuh manusia bersama feses. Telur yang jatuh ke tanah bila termakan manusia atau babi, akan memasuki usus dan menetas di usus. Kemudian larva akan menembus dinding usus dan dapat memasuki aliran darah limpa atau aliran darah, serta beredar ke seluruh tubuh.Sebagian besar akan masuk ke dalam otot atau ke dalam jaringan subkutan. Dalam waktu 60-70 hari akan berkembang menjadi sistiserkus (cacing gelembung) yang menetap di dalam otot atau jaringan subkutan pada pundak dan punggung babi.
Telur keluar dari proglotid gravid, baik setelah proglotid lepas dari strobila, ataupun belum. Telur keluar dari tubuh manusia bersama feses. Telur yang jatuh ke tanah bila termakan manusia atau babi, akan memasuki usus dan menetas di usus. Kemudian larva akan menembus dinding usus dan dapat memasuki aliran darah limpa atau aliran darah, serta beredar ke seluruh tubuh.Sebagian besar akan masuk ke dalam otot atau ke dalam jaringan subkutan. Dalam waktu 60-70 hari akan berkembang menjadi sistiserkus (cacing gelembung) yang menetap di dalam otot atau jaringan subkutan pada pundak dan punggung babi.
Bila manusia memakan daging babi yang mengandung sistiserkus, maka sistiserkus ini akan menetas di dalam usus menjadi larva dan dalam waktu 5-12 minggu tumbuh menjadi cacing dewasa yang menetap di dalam usus, kemudian melepasakan proglotid dengan telur. Biasanya hanya ada satu cacing yang menempati usus saat itu, namun dikerahui bahwa di usus manusia juga dapat ditempati oleh banyak cacing. Bahkan dilaporkan cacing T. solium ini dapat bertahan dalam tubuh manusia selama 25 tahun atau lebih. Siklus hidup T. solium dan T. saginata mempunyai banyak kesamaan, hanya berbeda di host intermediatnya saja, dapat dilihat pada gambar dibawah :
Gambar 1. Daur hidup T. solium
Keterangan:
- Orang menelan larva cacing dengan memakan daging babi yang terkontaminasi dengan larva dalam sistiserkus, yang belum matang.
- Larava berkembang menjadi bentuk dewasa (hanya terjadi dalam tubuh manusia)…(tapeworm)
- Cacing dewasa tersebut kemudian melekat pada lapisan usus manusia dan melepaskan telurnya dalam tinja manusia tersebut.
- Babi kontak dengan tinja manusia tersebut dan menelantelur cacing tersebut.
- Telur cacing tersebut kemudian berpenetrasi menuju usus kecil babi, mamasuki pembuluh darah portal hati, kemudian memasuki sirkulasi darah umum.
- Telur tersebut pindah ke kerangka atau otot jantung dan berubah menajdi sistiserkus.
- Autoinfeksi dapat terjadi dalam kasus ini bila terkadang manusia yang terinfeksi tersebut tanpa sengaja menelan telur T. soilum yang terdapat pada tinjanya. Jika hal ini terjadi maka sistiserkus dapat terbentuk dalam jaringan tubuh, tapi biasanya otak merupakan temapat yang cocok berdasarkan afinitasnya. Oleh karena itu, neurosistiserkosis dapat terjadi.
Gambar 1. Daur hidup T. solium
Keterangan:
- Orang menelan larva cacing dengan memakan daging babi yang terkontaminasi dengan larva dalam sistiserkus, yang belum matang.
- Larava berkembang menjadi bentuk dewasa (hanya terjadi dalam tubuh manusia)…(tapeworm)
- Cacing dewasa tersebut kemudian melekat pada lapisan usus manusia dan melepaskan telurnya dalam tinja manusia tersebut.
- Babi kontak dengan tinja manusia tersebut dan menelantelur cacing tersebut.
- Telur cacing tersebut kemudian berpenetrasi menuju usus kecil babi, mamasuki pembuluh darah portal hati, kemudian memasuki sirkulasi darah umum.
- Telur tersebut pindah ke kerangka atau otot jantung dan berubah menajdi sistiserkus.
- Autoinfeksi dapat terjadi dalam kasus ini bila terkadang manusia yang terinfeksi tersebut tanpa sengaja menelan telur T. soilum yang terdapat pada tinjanya. Jika hal ini terjadi maka sistiserkus dapat terbentuk dalam jaringan tubuh, tapi biasanya otak merupakan temapat yang cocok berdasarkan afinitasnya. Oleh karena itu, neurosistiserkosis dapat terjadi.
Gejala Penyakit
Cacing dewasa yang berada di dalam usus jarang menimbulkan gejala. Gejala yang sering muncul adalah sakit ulu hati, nafsu makn meningkat, lemah dan berat badan menurun.
Gejala yang disebabkan adanya sistiserkus di dalam jaringan tubuh, bermacam-macam tergantung pada organ yang terinfeksi dan jumlah sistiserkus. Bila jumlahnya sedikit dan hanya tersebar di jaringan subkutan, biasanya tanpa gejala atau hanya berupa benjolan-benjolan kecil di bawah kulit (subkutan). Pada manusia, sistiserkus atau larva T. solium sering menghinggapi jaringan subkutan, mata, jaringan otak, otot, otot jantung, hati, paru dan rongga perut.
Bila sistiserkus berada di jaringan otak, sumsum tulang belakang, mata atau otot jantung, akan mengakibatkan hal yang serius bahkan sampai kematian. Dilaporkan bahwa sebuah sistiserkus tunggal yang ditemukan dalam ventrikel IV dari otak dapat menyebabkan kematian. Patologi yang berkaitan dengan sistiserkosis tergantung bagian organ yang terinfeksi dan jumlah sistiserkusnya. Infeksi yang hanya terdiri dari sejumlah kecil sistiserkus dalam hati atau otot biasanya tidak terlalu berbahaya dan biasanya tanpa gejala, namun dapat juga mengakibatkan miositis, yang disertai dengan demam dan eosinofilia. Di samping itu, sejumlah sistiserkus yang sedikit, jika berlokasi dalam beberapa daeran yang sensitive pada badan, dapat menyebabkan kerusakan yang sulit diperbaiki. Contohnya, bila sistiserkus sampai di mata, dapat menyebabkan terjadinya kebutaan; sistiserkus yang sampai ke urat saraf tulang belakang, dapat menyebabkan terjadinya paralisis (kelumpuhan); atau bila sistiserkus tersebut berada di otak (neurosistiserkosis) dapat menyebabkan terjadinya kerusakan saraf yang dahsyat atau serangan epilepsi. Bentuk neurosistiserkosis tersebut dapat dilihat pada gambar…..Oleh karena itu, sistiserkosis yang berada di system saraf pusat atau di mata lebih mendapatkan perhatian khusus dibandingkan ketika sistiserkus tersebut berada di otot.
Pengobatan
Pengobatan teniasis solium dapat dilakukan dengan pemberian prazikuantel, sedangkan untuk sistiserkosis dapat digunakan obat prazikuantel, albendazol atau dapat dilakukan dengan cara pembedahan.
Pengobatan teniasis solium dapat dilakukan dengan pemberian prazikuantel, sedangkan untuk sistiserkosis dapat digunakan obat prazikuantel, albendazol atau dapat dilakukan dengan cara pembedahan.
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
- Pencegahan dapat dilakukan dengan memasak daging sampai matang.
- Perbaikan cara pembuangan kotoran
- Peningkatan hieginitas pribadi
- Menjaga kebersihan makanan dan minuman
- Mengobati penderita hingga tuntas
b. Cacing Pita Sapi (Taenia saginata)
- Pencegahan dapat dilakukan dengan memasak daging sampai matang.
- Perbaikan cara pembuangan kotoran
- Peningkatan hieginitas pribadi
- Menjaga kebersihan makanan dan minuman
- Mengobati penderita hingga tuntas
b. Cacing Pita Sapi (Taenia saginata)
Morfologi
Cacing dewasa panjangnya antara 5-10 m. hidup di dalam usus. Struktur badan cacing ini terdsiri dari skoleks, leher dan strobila yang merupakan ruas-ruas proglotid, sebanyak 1000-2000 buah.
Skoleks hanya berukuran 1-2 mm, mempunyai emapt batil isap dengan otot-otot yang kuat, tanpa kait-kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan didalamnya tidak terliohat struktur tertentu. Strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa, dewasa dan matang yang mengandung telur, disebut gravid. Pada proglotid yang belum dewasa, belum terlihat struktur alat kelamin yang jelas. Pada proglotid yang dewasa terlihat struktur alat kelamin seperti folikel testis ynag berjumlah 300-400 buah, tersebar di bidang dorsal. Vasa eferensnya bergabung untuk masuk ke rongga kelamin (genital atrium), yang ebrakhir di lubang kelamin. Lubang kelamin letaknya berselang seling pada sisi kanan dan kiri strobila. Di bagian posterior lubang kelamin, dekat va deferens, terdapat tabung vagina yang berpangkal pada ootip. Ovarium terdiri dari dua lobus, berbentuk kipas, besarnya hampir sama. Letak ovarium di sepertiga bagian posterior dari proglotid. Vitelaria letaknya di belakang ovarium dan merupakan kumpulan folikel yang eliptik. Uterus tumbuh dari bagian anterior ootip dan menjulur ke bagian anterior proglotid. Setelah uterus ini penuh dengan telur, maka cabag-cabangnya akan tumbuh, yang berjumalah 15-30 buah pada satu sisinya dan tidak memiliki lubang uterus. Proglotid gravid letaknya diterminal dans erring lepas daris trobila. Proglotid gravid ini dapat bergerak aktif, keluar dengan tinja atau keluar sendiri dari lubang dubur secara spontan. Setiap harinya kira-kira 9 buah proglotid dilepas. Proglotid ini bentuknya lebih panjang dan lebar. Telur dibungkus embriofor, berisi suatu embrio heksakan yang dinamakan onkosfer. Telur yang baru keluar dari uterus masih diliputi selaput tipis yang disebut lapisan luar telur. Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira 100.000 buah telur. Waktu proglotid terlepas dari rangkaiannya dan menjadi koyak, cairan putih susu yang mengandung banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior proglotid tersebut, terutama bila proglotidnya berkontraksi waktu bergerak.
Host
Host definitive nya adalah manusia, sedangkan host intermediatnya adalah hewan ternak
Siklus Hidup
Telur cacing yang keluar bersama feses penderita bila terjatuh di tanah dan termakan oleh sapi atau kerbau, maka akan menetas menjadi larva di dalam usus hewan ternak tersebut. Larva ini akan menembus dinding usus, kemudian masuk ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh sapi. Bila sampai ke jaringan otot, akan menetap dan berkembang menjadi sistiserkus. Manusia yang bersifat host definitive akan tertulari T. saginata bila memakan daging sapi yang mengandung sistiserkus, yang dimasak kurang matang. Di dalam usus, sistiserkus akan menetas dan berkembang menjadi cacing dewasa. Dalam waktu 12 minggu, cacing dewasa dapat menghasilkan telur kembali. Bagian ternak yang sering dihinggapi larva tersebut adalah otot maseter, paha belakang dan punggung.otot dib again lain juga dihinggapi. Setelah satu tahun, cacaing ini biasanya mengalami degenerasi, walaupun ada juga yang dapat hidup samapi tiga tahun. Biasanya di rongga usus host terdapat sesekor cacing.
Gambar 2 Daur Hidup Taenia saginata
Keterangan gambar:
Tinja manusia yang mengandung telur cacing. Telur cacing kemudian tertelan oleh hewan ternak. Telur tersebut menetas untuk melepaskan larva dengan hexacynth (six-hooked)di usus kecil. Larva tersebut kemudian pindah ke usus kecil dan memasuki system peredaran darah. Larva terbawa sampai ke beberapa jaringan seperti jantung dan otot-otot lain untuk membentuk sistiserkus. Manusia kemudian terinfeksi dengan cara menelan sistiserkus yang terdapat dalam daging hewan ternak tersebut yang tidak dimasak dengan baik. Begitu tertelan, skolek parasit tersebut melekat pada dinding usus dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang matang yang dapat menetaskan telurnya melalui tinja manusia yang terinfeksi tersebut.
Gejala Penyakit
Biasanya tanpa gejala. Pada infeksi yang berat, dapat timbul gejala berupa sakit ulu hati, nafsu makan meningkat, lemas dan berat badan menurun. Kadang-kadang disertai dengan vertigo, nausea, muntah, sakit kepala dan diare.gejala tersebut biasanya timbul bila ditemukan cacing yang bergerak-gerak dalam tinja, atau cacing keluar dari lubang dubur, walaupun yang sebenarnya keluar adalah proglotid cacing. Gejala yang lebih berat dapatterjadi bila proglotid menyasar masuk ke apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobila cacing. Berat badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.
Host definitive nya adalah manusia, sedangkan host intermediatnya adalah hewan ternak
Siklus Hidup
Telur cacing yang keluar bersama feses penderita bila terjatuh di tanah dan termakan oleh sapi atau kerbau, maka akan menetas menjadi larva di dalam usus hewan ternak tersebut. Larva ini akan menembus dinding usus, kemudian masuk ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh sapi. Bila sampai ke jaringan otot, akan menetap dan berkembang menjadi sistiserkus. Manusia yang bersifat host definitive akan tertulari T. saginata bila memakan daging sapi yang mengandung sistiserkus, yang dimasak kurang matang. Di dalam usus, sistiserkus akan menetas dan berkembang menjadi cacing dewasa. Dalam waktu 12 minggu, cacing dewasa dapat menghasilkan telur kembali. Bagian ternak yang sering dihinggapi larva tersebut adalah otot maseter, paha belakang dan punggung.otot dib again lain juga dihinggapi. Setelah satu tahun, cacaing ini biasanya mengalami degenerasi, walaupun ada juga yang dapat hidup samapi tiga tahun. Biasanya di rongga usus host terdapat sesekor cacing.
Gambar 2 Daur Hidup Taenia saginata
Keterangan gambar:
Tinja manusia yang mengandung telur cacing. Telur cacing kemudian tertelan oleh hewan ternak. Telur tersebut menetas untuk melepaskan larva dengan hexacynth (six-hooked)di usus kecil. Larva tersebut kemudian pindah ke usus kecil dan memasuki system peredaran darah. Larva terbawa sampai ke beberapa jaringan seperti jantung dan otot-otot lain untuk membentuk sistiserkus. Manusia kemudian terinfeksi dengan cara menelan sistiserkus yang terdapat dalam daging hewan ternak tersebut yang tidak dimasak dengan baik. Begitu tertelan, skolek parasit tersebut melekat pada dinding usus dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang matang yang dapat menetaskan telurnya melalui tinja manusia yang terinfeksi tersebut.
Gejala Penyakit
Biasanya tanpa gejala. Pada infeksi yang berat, dapat timbul gejala berupa sakit ulu hati, nafsu makan meningkat, lemas dan berat badan menurun. Kadang-kadang disertai dengan vertigo, nausea, muntah, sakit kepala dan diare.gejala tersebut biasanya timbul bila ditemukan cacing yang bergerak-gerak dalam tinja, atau cacing keluar dari lubang dubur, walaupun yang sebenarnya keluar adalah proglotid cacing. Gejala yang lebih berat dapatterjadi bila proglotid menyasar masuk ke apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobila cacing. Berat badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.
Pengobatan
Obat yang digunakan untuk mengobati teniasis saginata dapat berupa obat herbal, seperti biji labu merah dan biji pinang atau obat sintetis seperti kuinakrin, amodiakuin, niklosamid dan prazikuantel.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
- Memasak daging samapi matang
- Hanya hewan yang sehat saja yang boleh dipotong dan dagingnya dapat diperjualbelikan.
- Atau dengan membekukan daging pada suhu -5˚C selama 4 hari, -15˚C selama 3 hari, atau -24˚C selama 1 hari, dapat membunuh larva dengan baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih.
2. Platyhelminthes terbagi menjadi 3 kelas, yaitu: Turbellaria, Trematoda (cacing hisap), dan Cestoda (cacing pita).
3. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
4. Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior.
5. Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuh, alat pencernaan tidak lengkap, alat ekskresi berupa sel api, sistem saraf dengan ganglion anterior sebagai pusat sistem saraf, reproduksi umumnya secara generatif.
6. Siklus hidup dari Platyhelminthes parasit yang ada hubungan dengan manusia diantaranya: dari kelas Trematoda, Clonorchis sp dan Fasciola hepatica. Dan dari kelas Cestoda, Taenia saginata dan Taenia solium.
7. Peranan platyhelminthes dalam kehidupan adalah: Planaria menjadi salah satu makanan bagi organisme lain, cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia.
B. Kritik dan Saran
Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami susun bermanfaat bagi kita semua, Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Reece, Mitcheli, Biologi Edisi Kelima Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2003.
Djarubito, Brotowidjoyo. M. Zoologi Dasar, Jakarta: Erlangga, 1994.
Ensiklopedia Hewan (Invertebrata), Jakarta: Lentera Abadi, 2008.
George H. Fried & George J. Hademenos, Biologi Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga, 2006.
Jasir, Maskoeri, Sistematik Hewan, Surabaya: Sinar Wijaya, 1984.
John, W. Kimball, Biologi Edisi Kelima Jilid 3, Jakarta: Erlangga, 1999.
Levine, Norman. D, Parasitologi Veteriner, Yogyakarta: gajah mada university press, 1994.
http://yuni-12345.blogspot.com/2012/04/cestoda-diphyllobothrium-latum.html
http://biologigonz.blogspot.com/2010/03/cacing-pita-cestoda.html
http://www.scribd.com/doc/82573782/57456480-Isi-Makalah-Trematoda-Pertemuan-11
Obat yang digunakan untuk mengobati teniasis saginata dapat berupa obat herbal, seperti biji labu merah dan biji pinang atau obat sintetis seperti kuinakrin, amodiakuin, niklosamid dan prazikuantel.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
- Memasak daging samapi matang
- Hanya hewan yang sehat saja yang boleh dipotong dan dagingnya dapat diperjualbelikan.
- Atau dengan membekukan daging pada suhu -5˚C selama 4 hari, -15˚C selama 3 hari, atau -24˚C selama 1 hari, dapat membunuh larva dengan baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih.
2. Platyhelminthes terbagi menjadi 3 kelas, yaitu: Turbellaria, Trematoda (cacing hisap), dan Cestoda (cacing pita).
3. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
4. Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior.
5. Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuh, alat pencernaan tidak lengkap, alat ekskresi berupa sel api, sistem saraf dengan ganglion anterior sebagai pusat sistem saraf, reproduksi umumnya secara generatif.
6. Siklus hidup dari Platyhelminthes parasit yang ada hubungan dengan manusia diantaranya: dari kelas Trematoda, Clonorchis sp dan Fasciola hepatica. Dan dari kelas Cestoda, Taenia saginata dan Taenia solium.
7. Peranan platyhelminthes dalam kehidupan adalah: Planaria menjadi salah satu makanan bagi organisme lain, cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia.
B. Kritik dan Saran
Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami susun bermanfaat bagi kita semua, Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Reece, Mitcheli, Biologi Edisi Kelima Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2003.
Djarubito, Brotowidjoyo. M. Zoologi Dasar, Jakarta: Erlangga, 1994.
Ensiklopedia Hewan (Invertebrata), Jakarta: Lentera Abadi, 2008.
George H. Fried & George J. Hademenos, Biologi Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga, 2006.
Jasir, Maskoeri, Sistematik Hewan, Surabaya: Sinar Wijaya, 1984.
John, W. Kimball, Biologi Edisi Kelima Jilid 3, Jakarta: Erlangga, 1999.
Levine, Norman. D, Parasitologi Veteriner, Yogyakarta: gajah mada university press, 1994.
http://yuni-12345.blogspot.com/2012/04/cestoda-diphyllobothrium-latum.html
http://biologigonz.blogspot.com/2010/03/cacing-pita-cestoda.html
http://www.scribd.com/doc/82573782/57456480-Isi-Makalah-Trematoda-Pertemuan-11
0 komentar:
Post a Comment