ABSTRAK
Diabetes Militus is one of the many health problems found in the world, both in developed countries and countries with weak economies. Diabetes Militus can increase the risk of chronic and acute complications in the sufferer. Management in order to prevent the occurrence of diabetes is still less aware by the community which one of them is to know the risk factors of Diabetes Militus. The results of this article will show various risk factors that cause the occurrence of Diabetes Militus. Risk factors that cause the occurrence of Diabetes Militus is behavior, obesity, and genetic.
Keywords : Diabetes Militus, Behavior, Obesity, Genetic
ABSTRAK
Diabetes Militus merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak ditemukan di dunia, baik di negara-negara maju maupun negara ddengan ekonomi lemah. Diabetes Militus mampu meningkatkan risiko komplikasi kronik maupun akut pada penderitanya. Penatalaksanakan guna mencegah terjadinya diabetes masih kurang disadari oleh masyarakat yang salah satunya adalah dengan mengetahui faktor risiko terjadinya Diabetes Militus. Hasil penulisan artikel ini akan menunjukkan berbagai faktor risiko yang menyebabkan terjadinya Diabetes Militus. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya Diabetes Militus adalah perilaku, obesitas, dan genetik.
Kata Kunci : Diabetes Militus, Perilaku, Obesitas, Genetik
PENDAHULUAN
Saat ini perhatian terhadap penyakit tidak menular semakin meningkat karena frekuensi kejadiannya terhadap masyarakat juga semakin meningkat. Dari sepuluh penyebab utama kematian di dunia, dua diantaranya adalah penyakit tidak menular. Keadaan ini terjadi di dunia, baik di negara maju maupun di negara dengan ekonomi lemah dan menengah. Organisasi kesehatan dunia (WHO) mempergunakan istilah penyakit kronis (Chronis Diseases) untuk penyakit-penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular disebut juga New Communicable Diseases karena penyakit ini dianggap dapat menular, yakni melalui gaya hidup.
Salah satunya adalah Diabetes Militus (DM) yang merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya hipergilkemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolute atau relative dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Militus (DM) yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan, dan kesemutan.(Buraerah, 2010)
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes Militus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan Diabetes Militus (DM) sebagai penyebab kematian nomor tujuh di dunia sedangkan pada tahun 2012 angka kejadian Diabetes Militus di dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2008, menunjukkan prevalensi Diabetes Militus di Indonesia membesar hingga 57%.(Depkes, 2008) Sedangkan berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 angka prevalensi Diabetes Militus di Indonesia sebesar 2,1% atau meningkat hampir 2 kali lipat dari tahun 2007 yang hanya sebesar 1,1%.(Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Orang dengan Diabates Militus memiliki peningkatan risiko mengembangkan sejumlah masalah kesehatan akibat komplikasi akut maupun kronik. Tingkat glukosa darah yang tinggi secara konsisten dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskuler antara lain retinopati, neuropati, dan nefropati, dan makrovaskuler antara lain penyakit jantung-iskemik, penyakit serebrovaskuler, dan penyakit pembuluh darah perifer.(Rahman S, 2007) Diabetes Militus merupakan penyebab utama penyakit jantung, kebutaan, gagal ginjal, dan amputasi. Diabetes Militus dan komplikasinya merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang.(Gholamreza V, 2010). IDF mencatat 4,6 juta orang umur 20-79 meninggal akibat Diabets Militus pada tahun 2011, atau 8,2% dari total semua penyebab kematian global pada usia tersebut.(IDF, 2011) Mengingat Diabetes Militus merupakan penyakit degenerative yang pada umumnya untuk mencapai fase kronis memerlukan waktu yang panjang maka tidak heran Diabetes Militus lebih banyak diderita oleh orang dewasa.
Tingginya prevalensi Diabetes Militus disebabkan oleh interaksi berbagai factor risiko seperti perilaku, obesitas, dan genetik. Faktor perilaku dapat berupa pola makan yang tidak seimbang yang dapat menyebabkan penimbunan glukosa yang berlebih. Selain pola makan yang tidak seimbang, factor perilaku lain yang berisiko menyebabkan Diabetes Militus adalah kurangnya aktivitas fisik dan kebiasaan merokok.(Sri K, 1996) Sementara orang dengan obesitas yang memiliki status gizi lebih dapat meningkatkan risiko Diabetes Militus karena tingginya timbunan energy dalam tubuh seseorang yang dapat berupa glukosa. Lain halnya fakor genetic, seseorang yang memiliki keluarga dengan riwayat Diabetes Militus juga dapat berisiko terkena Diabetes Militus.
Mengingat tingginya prevalensi dan tingginya biaya perawatan untuk penderita Diabetes Militus yang diperkirakan biaya perawatan minimal untuk rawat jalan di Indonesia sebesar Rp. 1,5 Milyar per hari atau Rp. 500 Milyar per tahun, maka perlu adanya upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit tersebut. Dengan mengetahui factor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya Diabetes Militus seperti factor perilaku, obesitas, dan genetic dapat dilakukan upaya pencegahan. Maka dari itu penulisan artikel ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa perilaku, obesitas, dan genetis merupakan factor risiko terjadinya Diabetes Militus. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ilmiah ini adalah kajian pustaka berdasarkan data-data Riset Kesehatan Dasar Kemenkes dan jurnal-jurnal terkait.
PERILAKU SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA DIABETES MILITUS
Perilaku merupakan factor risiko terjadinya Diabetes Militus, seperti pola makan yang berlebih, kurangnya aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus Sudaryanto, dkk (2014) di wilayah kerja Puskesmas Nusukan, didapatkan hasil dari uji Odds Ratio yang menunjukkan bahwa hubungan pola makan dengan nilai OR=10,0;95% (91%) dapat diinterprestasikan bahwa orang dengan pola makan berlebih memiliki risiko 10 kali lipat terhadap kejadian Diabetes Militus.(Frankilawati, 2014) Terlebih gaya hidup modern yang pada saat ini yang banyak mengkonsumsi makanan cepat saji yang juga dapat meningkatkan risiko terjadi Diabetes Militus.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fanly Onibala, dkk (2013) terhadap 80 responden didapatkan 43 orang yang memiliki pola makan berlebih yang 34 diantaranya menderita Diabetes Militus.(Ali, Onibala, & Bataha, 2017) Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa makanan memegang peranan dalam proses peningkatan kadar gula darah. Pada proses makan, makanan yang dimakan akan dicerna di dalam saluran cerna yang kemudian akan dibetuk menjadi suatu bentuk gula yang disebut glukosa.(Nurrahmani, 2012) Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmawati (2011) tentang hubungan pola makandan aktivitas dengan kadar glukosa darah penderita Diabets Militus tipe-2 rawat jalan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, didapatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah pada penderita Diabetes Militus tipe2 lebih tinggi pada responden yang memilki pola makan berlebih ada 87,9% atau 29 orang dari 55 orang sebagai sampel. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa nutrisi merupakan factor yang penting pada timbulnya Diabetes Militus.(Soewondo, 2006)
Selain pola makan, kurangnya aktivitas fisik juga merupakan perilaku yang berisko Diabetes Militus. Kurangnya aktivitas fisik berarti kurangnya pembakaran energy (glukosa), dan hal ini tidak sebanding dengan jumlah energy (glukosa) yang masuk ke dalam tubuh. Aktivitas fisik sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa dalam darah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Regita Gebrila, dkk (2016) terhadap 32 respomden di wilayah kerja Puskesmas Woolang menunjukkan bahwa hubungan antara perilaku berolahraga dengan kadar gula darah diperoleh nilai P=0,001 dengan tingkat kemaknaan (alfa) yang digunakan 0,01 jadi α = 0,01 > 0,001 berarti terdapat hubungan antara perilaku berolahraga dengan kadar glukosa dalam darah.(Bataha, 2016) Peneitian lain yang dilakukan berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes Militus. Orang yang aktivitas fisik sehari-harinya berat memiliki risiko yang lebih rendah menderita Diabetes Militus dibandingkan dengan orang yang memiliki aktivitas sehari-harinya ringan OR 0,239 (95%CI 0,071-0,082).(Trisnawati & Setyorogo, 2013)
Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa selama aktivitas fisik/olahraga, terjadi masukan glukosa kedalam otot dikarenakan adanya insulin independent yang mempengaruhi terjadinya peningkatan transporter GLUT-4 pada membrane sel dan terjadi selama beberapa jam selama aktivitas atau lebih panjang lagi disertai dengan peningkatan sesitivitas insulin dengan aktivitas yang tetap. Penulisan ini menggambarkan pernyataan Konsessensus (2011) yang menjadikan aktivitas fisik terutama kegiatan jasmani sehari-hari atau olahraga secara teratur dapat menjaga kadar gular darah normal, dan sebaliknya kurangnya aktivitas fisik dapat berisiko meningkatkan risiko meningkatnya kadar gula darah (Diabetes Militus).
Perliaku berisiko lainnya yang banyak ditemui pada penderita Diabetes Militus adalah merokok. Merokok adalah salah satu factor risiko terjadinya Diabetes Militus pada orang dewasa. Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula dalam darah. Pengaruh rokok (nikotin) dapat merangsang kelenjar adrenal dapat dapat meningkatkan kadar glukosa.(Latu, 1983)
OBESITAS SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA DIABETES MILITUS
Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik diseluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian tubuh tertentu. Obesitas merupakan peningkatan lemak total dalam tubuh, yaitu apabila ditemukan >20% pada pria, dan >25% pada wanita.(MD, 2008)
Obesitas bukan hanya mengundang penyakit jantung koroner dan hipertensi tetapi juga Diabetes Militus. Obesitas dapat terjadi karena berbagai factor, factor utamanya adalah ketidakseimbangan antara asupan energy dengan energy yang keluar.
Berdasarkan penelitian terhadap 10 responden didapat bahwa responden dengan obesitas memiliki risiko 2,7 kali lebih besar mengalami Diabetes Militus.(Betteng & Mayulu, 2014) Penelitian lain berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh hasil R=0,201 dengan p-value 0,000 (p < 0,05) sehingga terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar gula darah penderita Diabetes Militus. Semakin tinggi nilai IMT seseorang makan semakin tinggi pula kadar gula darahnya.(Adnan, Mulyati, & Isworo, 2013) Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Punawati (1998) bahwa ada hubungan bermakna antara IMT dengan kejadian Diabetes Militus.
Penelitian lain berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p-value 0,000 karena nilai p-value <0,05 maka artinya ada hubungan bermakna antara obesitas dengan Diabetes Militus.(Fauza Andira Rosa; dkk, 2007) Penelitian lain yang dilakukan di RSU Cibabat Cimahi pada tahun 2010 terhadap 86 responden, terdapat 83 (96,5%) mengalami obesitas yang 56 (65,1%) diantaranya mengalami Diabetes Militus.(Rudyana, 2010)
Orang yang mengalami obesitas akan meningkatkan kadar leptin di dalam tubuh. Leptin adalah hormone yang berhubungan dengan gen obesitas. Leptin berperan dalam lipotamalus untuk mengatur tingkat lemak di dalam tubuh, kemampuan untuk membakar lemak menjadi energy, dan rasa kenyang. Kadar leptin dalam plasma meningkat dengan meningkatnya berat badan. Leptin bekerja pada system syaraf perifer dan pusat. Peran leptin terhadap terjadinya resistensi yaitu leptin menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS) yang akibatnya dapat menghambat ambilan glukosa sehingga mengalami peningkatan kadar gula darah.(D’adamo, 2008)
GENETIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA DIABETES MILITUS
Adanya peningkatan prevalensi Diabetes Militus pada keluarga penyandang Diabetes Militus dibandingkan dengan populasi pada umumnya yang menimbulkan dugaan bahwa factor genetic memiliki peranan penting dalam etiologi Diabetes Militus. Bukti pertama adanya heterogenitas genetic sebagai penyebab Diabetes Militus adalah adanya bermacam sindroma genetic tertentu akibat mutasi berbagai macam lokus genetic.(Rotter & Rimoin, 1981)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Smarinda pada 26 responden yang mengalami Diabetes Militus terdapat 22 (84,6%) yang memiliki riwayat keturunan dan 4 (15,4%) yang tidak memiliki riwayat keturunan. Sedangkan dari 26 responden yang tidak mengalami Diabetes Militus, terdapat 5 (19,2%) yang mempunyai riwayat keturunan dan 21 (80,8%) yang tidak memiliki riwayat keturunan. Mayoritas responden yang mengalami Diabetes Militus memiliki riwayat keturunan sedengan mayoritas responden yang tidak mengalami Diabetes Militus tidak memiliki riwayat keturunan.(Fahrudini, 2013)
Penelitian lain yang dilakukan wilayah kerja Puskesmas Nusukan Banjarsari terhadapat 30 responden berdasarkan uji Odds Ratio menunjukkan bahwa hubungan genetic nilai OR=25,0 ;95% (97%) dapat diinterprestasikan bahwa responden dengan riwayat keluarga Diabetes Militus mimiliki risiko 25 kali lipat terhadap kejadian Diabetes Militus.(Frankilawati, 2014) Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan di Pusekesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat, yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga dengan kejadian Diabetes Militus dengan nilai OR=4,19 ;95%CI 1,246-14,08 yang dapat diinterprestasikan bahwa orang memiliki riwayat keluarga Diabetes Militus memiliki risiko 4,19 kali lipat terhadap kejadian Diabetes Militus.(Trisnawati & Setyorogo, 2013)
Genetik atau riwayat keluarga merupakan factor risiko terjadi Diabetes Militus. Hal ini dapat terjadi karena di dalam kromosom manusia terdapat kompleks gena yang merupakan unit biologic factor keturunan, unit ini disebut HLA (Human Leukocyte Antigen) yang merupakan kompleks histokompatibilitas mayor (Major Histocompetibility Complex, MHC) yang lokusnya pada lengan pendek kromoson nomor 6.
Hubungan HLA dengan Diabetes Militus akhir-akhir ini menjadi nyata, lebih dari 90% kasus Diabetes Militus pada ras kulit putih mempunyai antigen HLA DR3 atau DR4 (Cudworth & Woodrow, 1976; Walker & Cudworth, 1980), dan hampir 60% kasus menunjukkak adanya kedua macam HLA DR3 dan DR4. Jika sesorang mempunya HLA DR3 dan DR4 maka ia memiliki risiko related (Relative Risk) 14,3 kali cenderung untuk menderita Diabetes Militus dibanding dengan mereka yang tidak mempunyai.(Asdie, 1990)
KESIMPULAN
Perilaku, obesitas, dan genetic merupakan factor risiko terjadinya Diabetes Militus. Perilaku seperti pola makan berlebih dan kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan timbunan energy dalam bentuk bentuk glukosa. Sedangkan kebiasaan merokok (nikotin) dapat merangsang kelenjar adrenal untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sementara obesitas dapat menyebabkan Diabetes Militus karena orangnya yang mengalami obesitas dapat meningkatkan hormone leptin dalam dapat mengganggu kenerja hormo insulin dapat proses pengambilan glukosa dalam darah. Lain halnya dengan genetic, genetic dapat menyebabkan Diabetes Militus karena kromosom pada pada manusia dapat membawa antigen DR3 dan DR4 dalam system HLA. Orang yang memiliki antigen DR3 dan DR4 memiliki risiko 14,3 kali mengalami Diabetes Militus dibandingkan dengan yang tidak mempunyai.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M., Mulyati, T., & Isworo, J. T. (2013). Hubungan Indeks Massa Tubuh ( IMT ) Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus ( DM ) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang, 2(April), 18–25.
Ali, W., Onibala, F., & Bataha, Y. (2017). Perbedaan Anak Usia Remaja Yang Obesitas dan Tidak Obesitas Terhadap Kualitas Tidur di SMP Negeri 8 Manado, 5.
Asdie, A. H. (1990). Genetika Diabetes Militus. Jurnal Kedokteran Medik Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, 22(2).
Bataha, Y. (2016). Hubungan Antara Perilaku Olahraga Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Militus di Wilayah Kerja Puskesmas Wolaang Kecamatan Langowan Timur, 4.
Betteng, R., & Mayulu, N. (2014). ANALISIS FAKTOR RESIKO PENYEBAB TERJADINYA DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA USIA PRODUKTIF DIPUSKESMAS WAWONASA, 2.
Buraerah, H. (2010). Analisis Faktor Risiko Diabetes Militus Tipe 2 di Puskesmas Tanrutedong, Sidenreg Rappan. Jurnal Ilmiah Nasional.
D’adamo. (2008). Diet Sehat Diabetes Sesuai Golongan Darah. Yogyakarta: Delapratasa.
Depkes. (2008). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Appetite, 4(3), 654–661. https://doi.org/10.1016/j.jand.2013.10.013
Fahrudini, S. K. M. (2013). Hubungan Antara Usia, Riwayat Keturunan, dan Pola Makan Dengan Kejadian Diabetes Militus Tipe 2 di Ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Fauza Andira Rosa; dkk. (2007). Hubungan konsumsi alkohol dan obesitas dengan kejadian diabetes mellitus usia 45-64 tahun di pulau sulawesi (analisis riskesdas 2007).
Frankilawati, A. S. N. A. S. D. A. (2014). Hubungan Antara Pola Makan, Genetik, dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Kejadian Diabetes Militus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan, Banjarsari, 19–24.
Gholamreza V. (2010). Association Between Socio-Demographic Factors and Diabetes Militus in The North of Iran: A Population-Based Study. International Journal of Diabetes Militus 2, 154–157.
IDF. (2011). One adult in ten will have diabetes by 2030. In 5th Edition Diabetes Atlas.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. https://doi.org/351.770.212 Ind P
Latu, J. (1983). Menafsirkan Hasil Tes Laboratorium. Cermin Dunia Kedokteran No. 30 1983.
MD, G. W. F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (22nd ed.). Jakarta: EGC.
Nurrahmani, U. (2012). Stop! Diabetes. Yogyakarta: Familia.
Rahman S, dkk. (2007). Diabetes-associated makrovaskuler: Phatophysiology and Phatogenesis. Diabetes Obes Metab, 9(6), 67–80.
Rudyana, H. (2010). Hubungan Obesitas Dengan Diabetes Militus di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Cibabat Cimahi Tahun 2010, 7–13.
Soewondo. (2006). Hidup Sehat Bebas Diabetes. Yogyakarta: Araska.
Sri K. (1996). Obesitas dan Penatalaksanaan Program Diit. Semarang: PAM Gizi Depkes RI Semarang.
Trisnawati, S. K., & Setyorogo, S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012, 5(1), 6–11.
0 komentar:
Post a Comment