DEFINISI PEMBINAAN
PEMBINAAN adalah usaha atau praktek management dalam mendukung, mengarahkan dan memfasilitasi keperluan karyawan dalam dalam mengembangkan dan memajukan potensi guna keperluan mencapai tujuan perusahaan.
* PEMBINAAN adalah segala usaha dan tujuan kegiatan perencanaan, pengorganisasian penggunaan dan pemeliharaan pegawai dengan tujuan untk mampu melaksanakan tugas organisasi dengan efektif dan efisien
MANFAAT PEMBINAAN
1. Membuka potensi organisasi, dan diri karyawan untuk mengidentifikasi dan tujuan.
2. Pembinaan memungkin karyawan untuk menambah wawasan atau memiliki ide kreatif dan berpikir positif untuk diri sendiri atau perusahaan
3. Untuk mengenali karakter dari masing-masing karyawan yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan juga merupakan bibit unggul bagi masa depan perusahaan
CONTOH USAHA PEMBINAAN YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN
1. Perusahaan membina karyawan muda potensial untuk diproyeksikan pada jenjang karisyang lebih tinggi untuk menduduki jabatan sebagai pimpinan-pimpinan divisi
2. Perusahaan melakukan peningkatan produktivitas karyawan melalui penyempurnaan keterampilan, mengembangkan keterampilan baru melalui ” DIKLAT ” dan kursus-kursus keterampilan bagi karyawan
3. Perusahaan melakukan pembinaan jabatan dan mutu moral karyawan dengan cara memberikan fasilitas sesuai kebutuhan dan kemampuan perusahaan dengan hal ini maka karyawan akan memiliki loyalitas dan produktivitas yang tinggi sesuai harapan perusahaan.
PROMOSI
Di dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas suatu perusahaan, maka peran manajemen sumber daya manusia sangatlah penting artinya dalam hal mengupayakan agar tenaga kerja mau dan mampu memberikan prestasi kerjanya sebaik mungkin.Dalam hal tersebut perusahaan berkewajiban memperhatikan kebutuhan karyawannya baik yang bersifat materil maupun yang bersifat non materil.
Wujud dari perhatian, usaha serta dorongan yang dapat dilakukan oleh perusahaan terhadap karyawannya, salah satunya adalah dengan melaksanakan promosi jabatan yang objektif dan adil serta penempatan yang tepat.
Pelaksanaan promosi jabatan dimaksudkan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan agar mau bekerja dengan perilaku kerja yang baik sesuai dengan yang dikehendaki oleh perusahaan guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan dan menjamin keberhasilan perusahaan tersebut di dalam mencapai sasarannya.
Untuk memperoleh gambaran mengenai promosi jabatan, berikut ini akan dikemukakan definisi-definisi mengenai promosi jabatan menurut beberapa ahli :
Menurut Hasibuan(2002 : 108) bahwa :
“Promosi jabatan berarti perpindahan yang memperbesar wewenang dan tanggung jawab ke jabatan yang lebih tinggi di dalam suatu organisasi yang diikuti dengan kewajiban, hak, status, dan penghasilan yang lebih besar.”
Menurut Manullang (2004 : 153), yaitu :
“Promosi jabatan berarti kenaikan jabatan, yakni menerima kekuasaan dan tanggung jawab lebih besar dari kekuasaan dan tanggung jawab sebelumnya.”
Menurut Nitisemito (1996 : 81) :
“Promosi adalah proses pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain yang lebih tinggi yang selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi pula dari jabatan yang diduduki sebelumnya.”
Menurut Nasution(2000:140)
“Promosi adalah proses bergerak maju dan meningkat dalam suatu jabatan yang didudukinya.”
Menurut Siagian (1999:169) :
“Promosi adalah perpindahan pegawai dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatan hirarki jabatannya lebih tinggi dan penghasilannya pun lebih besar pula.”
Dari pernyataan-pernyataan di atas maka dapat di simpulkan bahwa promosi jabatan ditandai dengan adanya perubahan posisi ke tingkat yang lebih tinggi.Adanya perubahan tersebut menimbulkan tanggung jawab, hak, status, dan wewenang yang meningkat, serta statusnya semakin besar dan pendapatannya pun semakin besar yang disertai peningkatan fasilitas lainnya.
Pada dasarnya promosi pegawai diarahkan kepada peningkatan dari ketetapan perusahaan dalam mencapai sasaran melalui pelaksanaan promosi jabatan dimana peran pegawai tersebut memperoleh kepuasan kerja sehingga memungkinkan seorang pegawai untuk memberikan hasil kerja yang terbaik kepada perusahaan sehingga dapat ditetapkan tujuan promosi sebagaimana yang dikemukakan Hasibuan (2002 : 113), yaitu :
1. Untuk memberikan pengakuan, jabatan, dan imbalan jasa yang semakin besar kepada karyawan yang berprestasi kerja lebih tinggi.
2. Dapat menimbulkan kepuasan dan kebanggan pribadi, status sosial yang semakin tinggi, dan penghasilan yang semakin besar.
3. Untuk merangsang agar karyawan lebih bergairah bekerja, berdisiplin tinggi, dan memperbesar produktivitas kerja.
4. Untuk menjamin stabilitas kepegawaian dengan direalisasikan promosi kepada karyawan dengan dasar dan pada waktu yang tepat serta penilaian yang jujur.
5. Kesempatan promosi dapat menimbulkan keuntungan berantai (multiplier effect) dalam perusahaan karena timbul lowongan berantai.
6. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasinya yang lebih baik demi keuntungan optimal perusahaan.
7. Untuk menambah/memperluas pengetahuan serta pengalaman kerja para karyawan dan ini merupakan daya dorong bagi karyawan lainnya.
8. Untuk mengisi kekosongan jabatan karena pejabatnya berhenti. Agar jabatan itu tidak lowong maka dipromosikan karyawan lainnya.
9. Karyawan yang dipromosikan kepada jabatan yang tepat, semangat kesenangan, dan ketenangannya dalam bekerja semakin meningkat sehingga produktivitas kerjanya semakin meningkat.
10. Untuk mempermudah penarikan pelamar, sebab dengan adanya kesempatan promosi merupakan daya pendorong serta perangsang bagi pelamar untuk memasukan lamarannya.
11. Promosi akan memperbaiki status karyawan dari karyawan sementara menjadi karyawan tetap setelah lulus dari masa percobaannya.
PENILAIAN KINERJA
Pengertian Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005) penilaian kinerja adalah tinjauan formal dan evaluasi kinerja individu atau tugas tim. Sedangkan menurut Dessler(2003) penilaian kinerja adalah mengevaluasi kinerja relatif karyawan saat ini dan/atau di masa lalu terhadap standar prestasinya.
Umpan Balik 360°
Umpan balik 3600adalah metode evaluasi penilaian kinerja yang memerlukan masukan dari beberapa tingkatan dalam perusahaan dan sumber-sumber luar. Dalam metode ini, orang-orang di seluruh tingkatan memberikan penilaian, termasuk atasan, rekan kerja, bawahan, pelanggan internal dan eksternal, juga diri sendiri. Metode umpan balik 360o menyediakan ukuran yang lebih objektif untuk menilai kinerja.
Proses Penilaian Kinerja
Menurut Mondy dan Noe(2005), ada lima langkah dalam proses penilaian kinerja, yang dapat dilihat pada gambar 1. berikut ini
Proses Penilaian Kinerja
Kriteria Kinerja
Dalam menetapkan kriteria kinerja, Mondy & Noe(2005) membagi menjadi beberapa kritera,yaitu :
1. Ciri-ciri. Ciri-ciri karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif merupakan dasar untuk evaluasi.
2. Perilaku
Ketika hasil dari tugas individu sulit untuk ditentukan, organisasi dapat mengevaluasi perilaku seseorang yang terkait dengan tugas atau kompetensi.
3. Kompetensi
Kompetensi terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sifat dan perilaku, dan berhubungan dengan keterampilan interpersonal atau berorientasi bisnis.
4. Pencapaian tujuan
Jika organisasi mempertimbangkan hasil akhir pencapaian tujuan sebagai suatu hal yang berarti, hasil pencapaian tujuan akan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi untuk dibandingkan dengan standar.
5. Peningkatan potensi
Ketika organisasi mengevaluasi kinerja karyawan, kriteria difokuskan pada masa lalu, masa sekarang, dibandingkan dengan standar.
Tanggung-jawab Penilaian
Menurut Mondy & Noe(2005) dalam kebanyakan organisasi, departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan desain dan pelaksanaan program penilaian kinerja. Orang yang mungkin ditunjuk adalah:
1. Atasan langsung.
Atasan langsung bertanggung-jawab untuk menilai kinerja karena dialah yang setiap saat dapat mengamati para karyawan.
2. Bawahan
Bawahan berada dalam posisi yang tepat untuk menilai efektivitas manajerial. Pendukung pendekatan ini percaya bahwa atasan sangat menyadari kebutuhan kelompok kerja dan dapat membuat pekerjaan lebih baik. Sebaliknya, kritikus khawatir bahwa bawahan takut akan pembalasan.
3. Peers
Kekuatan utama untuk menilai kinerja adalah rekan kerja, yang memiliki kinerja dan pandangan yang khas, terutama dalam tugas-tugas tim.
4. Evaluasi diri
Jika karyawan memahami tujuan dan kriteria untuk evaluasi, mereka memiliki posisi yang baik untuk menilai kinerja mereka sendiri.
6. Pelanggan
Organisasi menggunakan pendekatan ini karena hal ini menunjukkan komitmen terhadap pelanggan, karena karyawan adalah pemegang tanggung-jawab.
Periode Penilaian Kinerja
Evaluasi kinerja biasanya dilakukan secara berkala dalam interval waktu tertentu. Pada sebagian besar organisasi, penilaian dilakukan satu atau dua kali dalam setahun. Pada umumnya, pekerja pertama kali di evaluasi menjelang berakhirnya masa percobaan. Mengevaluasi para karyawan baru beberapa kali selama tahun pertama mereka bekerja, juga merupakan praktek yang lazim dilakukan.
Metode-metode Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005), ada tujuh metode penilaian kinerja yaitu:
1. Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktor-faktor kinerja (performance factor). Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya.
2. Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini, penilai harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau prilaku kerja yang sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja yang sangat negatif (high unfavorable) selama periode penilaian.
3. Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut. Metode ini cenderung lebih memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas karyawan daripada pekerjaan atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada kemampuan menulis seorang penilai.
4. Work standard
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan. Standar mencerminkan keluaran normal dari seorang pekerja yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada kecepatan atau kondisi normal. Agar standar ini dianggap objektif, para pekerja harus memahami secara jelas bagaimana standar yang ditetapkan.
5. Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contohnya, pekerja terbaik dalam satu bagian diberi peringkat paling tinggi dan pekerja yang paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau sebanding.
6. Forced distribution
Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Contoh para pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik ditempatkan ke dalam kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam kategori terendah. Bila sebuah departemen memiliki pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan “dipaksa” untuk memutuskan siapa yang harus dimasukan ke dalam kategori yang lebih rendah.
7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan.
Masalah-masalah dalam Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005) masalah yang berkaitan dengan penilaian kinerja adalah:
1. Kurangnya objektivitas
Salah satu kelemahan metode penilain kinerja tradisional adalah kurangnya objektivitas. Dalam metode rating scale, misalnya, faktor-faktor yang lazim digunakan seperti sikap, loyalitas dan kepribadian adalah faktor-faktor yang sulit diukur. Penggunaan faktor-faktor yang terkait dengan pekerjaan (job related factors) dapat meningkatkan objektivitas.
2. Bias “Hallo error”
Bias “Hallo error” terjadi bila penilai mempersepsikan satu faktor sebagai kriteria yang paling penting dan memberikan penilaian umum baik atau buruk berdasarkan faktor tunggal ini.
3. Terlalu “longggar” / terlalu “ketat”
Penilai terlalu “longggar” (leniency) kecenderungan memberi nilai tinggi kepada yang tidak berhak, penilai memberi nilai lebih tinggi dari seharusnya.
Penilai terlalu “ketat” (strictness) terlalu kritis atas kinerja seorang pekerja (terlalu “ketat” dalam memberikan nilai). Penilaian yang terlalu ketat biasanya terjadi bila manajer tidak mempunyai definisi atau batasan yang akurat tentang berbagai faktor penilaian.
4. Kecenderungan memberikan nilai tengah
Kecenderungan memberi nilai tengah (Central tendency), terjadi bila pekerja di beri nilai rata-rata secara tidak tepat atau di tengah-tengah skala penilaian, Biasanya, penilai memberi nilai tengah karena ingin menghindari kontroversi atau kritik.
5. Bias perilaku terbaru
Bias perilaku terbaru (recent behavior bias) , perilaku atau kinerja yang paling akhir akan lebih mudah diingat daripada perilaku yang telah lama. Penilai cenderung lebih banyak menilai kinerja yang tampak menjelang atau pada saat proses penilaian dilakukan. Seharusnya penilaian kinerja mencakup periode waktu tertentu.
6. Bias pribadi(stereotype)
Penyelia yang melakukan penilaian bisa saja memiliki bias yang berkaiatan dengan karakteristik pribadi pekerja seperti suku, agama, gender atau usia. Meskipun ada peraturan atau undang-undang yang melindugi pekerja, diskriminasi tetap menjadi masalah dalam penilain kinerja.
Karakteristik Sistem Penilaian Kinerja Yang Efektif
Menurut Mondy & Noe(2005), karakteristik sistem penilaian yang efektif, adalah:
1. Kriteria yang terkait dengan pekerjaan
Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan harus berkaitan dengan pekerjaan / valid.
2. Ekspektasi Kinerja
Sebelum periode penilaian, para manajer harus menjelaskan secara gamblang tentang kinerja yang diharapkan kepada pekerja.
3. Standardisasi
Pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada di bawah organisasi yang sama harus dinilai dengan menggunakan instrumen yang sama.
4. Penilaian yang Cakap
Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan hendaknya dibebankan kepada seseorang atau sejumlah orang, yang secara langsung mengamati paling tidak sampel yang representatif dari kinerja itu. Untuk menjamin konsistensi penilaian, para penilai harus mendapatkan latihan yang memadai.
5. Komunikasi Terbuka
Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan untuk mengetahui tentang seberapa baik kinerja mereka.
6. Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian
Setiap pekerja harus memperoleh akses terhadap hasil penilaian. Kerahasiaan akan menumbuhkan kecurigaan. Menyediakan akses terhadap hasil penilaian memberikan kesempatan karyawan untuk mendeteksi setiap kesalahannya.
7. Proses Pengajuan Keberatan (due process)
Dalam hubungannya dengan pengajuan keberatan secara formal atas hasil penilainnya, penetapan due process merupakan langkah penting.
Kegunaan Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005), kegunaan dari penilaian kinerja, adalah:
1. Perencanaan Sumber Daya Manusia
2. Rekrutmen dan Seleksi
3. Pelatihan dan Pengembangan
4. Perencanaan dan Pengembangan Karir
5. Program Kompensasi
6. Hubungan Karyawan Internal
7. Penilaian Potensi Tenaga Kerja
DIKLAT
Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil
TUJUAN DIKLAT
a.Mengubah paradigma/cara pandang, mind set, pola pikir, pola sikap, dan pola tindak untuk kaya mental, mencapai kinerja yang optimal dengan mengembangkan learning organization;
b. Menumbuhkembangkan nilai – nilai moral, meningkatkan kecerdasan spiritual, menggunakan seluruh tubuh, pikiran, hati dan jiwa untuk melaksanakan tugas, yang menyatu dengan kemampuan kepemimpinan, managerial, skill dan knowledge;
c.Mengubah cultural set untuk membangun sikap, perilaku, dan management beliefts dan values aparatur;
d. Membangun karakter dan jati diri;
e. Diklat berbasis kompetensi:
-Memiliki kompetensi untuk secara optimal melaksanakan tugas jabatan yg diduduki;
-Meningkatkan kompetensi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi;
-Memiliki kompetensi menerapkan iptek baru untuk peningkatan kinerja organisasi;
-Mengembangkan teknologi informasi (e-government) dan berbagai keterkaitannya (e-procurement, e-bidding, e-office)
BIMBINGAN TEKNIS (BINTEK)
Suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan yang biasanya berupa tuntunan dan nasehat untuk menyelesaikan persoalan/masalah yang bersifat teknis
TUJUAN BINTEK
Untuk menyelesaikan masalah/kasus yang terjadi dan dihadapi oleh para pejabat sehingga penyelesaiannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
PERBEDAAN ANTARA DIKLAT DAN BINTEK
URAIAN DIKLAT BINTEK
Pimpinan Fungsional Teknis
Substansi Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar Kompetensi Bidang Masalah/kasus Manajemen PNS
Metode Andragogi Andragogi Andragogi Tatap Muka/ Ceramah
Tenaga Pengajar Widyaiswara Widyaiswara Widyaiswara Narasumber
Pelaksana Badan Diklat Badan Diklat Badan Diklat SKPD
Kurikulum Berbasis Kompetensi Berbasis Kompetensi Berbasis Kompetensi Tidak ada
Peserta Pejabat Struktural Pejabat Fungsional Pejabat Struktural dan Fungsional Tidak ada
Tujuan Peningkatan Kompetensi
(K-S-A) Peningkatan Kompetensi
(K-S-A) Peningkatan Kompetensi
(K-S-A) Penyelesaian masalah
POLA DIKLAT SATU PINTU
n Surat Mendagri Nomor : 893.3/2176/SJ tanggal 21 September 1998, tentang Kebijaksanaan Satu Pintu dan Koordinasi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di lingkungan Depdagri/Pemda
n Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor : 893.3/05020 tanggal 31 Maret 1999 tentang Penyelenggaraan Diklat dengan Pola Satu Pintu, di many penyelenggaraan Diklat untuk peningkatan SDM di Jawa Tengah adalah menjadi tanggung jawab DIKLAT Propinsi Jawa Tengah
n Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor : 893.3/16079 tanggal 18 Agustus 2000 tentang penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan dengan Pola. Satu Pintu
Diklat perlu dikelola dengan ”Pola Satu Pintu" karena dua pertimbangan yaitu
o Segi manajemen, diklat satu pintu adalah untuk mencegah duplikasi program, duplikasi kelompok sasaran, menghindari pemborosan biaya menghindari pemanfaatan hasil diklat yang kurang optimal serta program diklat dapat terlaksana dan terkendali secara lebih efektif dan efisien.
o Segi teknis, karena Lembaga Diklat yang Terakreditasi telah memenuhi sarana dan prasarana diklat yang diperlukan, mempunyai program diklat baku seperti diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan dengan kurikulum, silabus dan modulnya, mempunyai tenaga pengajar profesional (widyaiswara), dan mempunyai kompetensi dalam pemberian sertifikasi
HARAPAN BERSAMA
Harapan yang ingin dicapai adalah :
1. KOORDINASI YANG LEBIH BAIK.
2. FASILITASI YANG LEBIH BAIK.
3. SINERGITAS PENYELENGGARAAN DIKLAT DAN ATAU BINTEK YANG LEBIH TERPADU.
4. SERTIFIKASI DAN REGRISTRASI SATU PINTU.
5. CAKUPAN YANG LEBIH LUAS & PROPORSIONAL SASARAN DIKLAT MELALUI : PENGANGGARAN YANG LEBIH BANYAK UNTUK PENYELENGARAAN DIKLAT
6. TERLAKSANANYA PENINGKATAN PROFESIONALISME SDM APARATUR PEM PROV.
7. PENINGKATAN KINERJA INSTITUSI & ORGANISASI UNTUK MENUNJANG KEBERHASILAN OTDA DLM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT.
PEMBINAAN adalah usaha atau praktek management dalam mendukung, mengarahkan dan memfasilitasi keperluan karyawan dalam dalam mengembangkan dan memajukan potensi guna keperluan mencapai tujuan perusahaan.
* PEMBINAAN adalah segala usaha dan tujuan kegiatan perencanaan, pengorganisasian penggunaan dan pemeliharaan pegawai dengan tujuan untk mampu melaksanakan tugas organisasi dengan efektif dan efisien
MANFAAT PEMBINAAN
1. Membuka potensi organisasi, dan diri karyawan untuk mengidentifikasi dan tujuan.
2. Pembinaan memungkin karyawan untuk menambah wawasan atau memiliki ide kreatif dan berpikir positif untuk diri sendiri atau perusahaan
3. Untuk mengenali karakter dari masing-masing karyawan yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan juga merupakan bibit unggul bagi masa depan perusahaan
CONTOH USAHA PEMBINAAN YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN
1. Perusahaan membina karyawan muda potensial untuk diproyeksikan pada jenjang karisyang lebih tinggi untuk menduduki jabatan sebagai pimpinan-pimpinan divisi
2. Perusahaan melakukan peningkatan produktivitas karyawan melalui penyempurnaan keterampilan, mengembangkan keterampilan baru melalui ” DIKLAT ” dan kursus-kursus keterampilan bagi karyawan
3. Perusahaan melakukan pembinaan jabatan dan mutu moral karyawan dengan cara memberikan fasilitas sesuai kebutuhan dan kemampuan perusahaan dengan hal ini maka karyawan akan memiliki loyalitas dan produktivitas yang tinggi sesuai harapan perusahaan.
PROMOSI
Di dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas suatu perusahaan, maka peran manajemen sumber daya manusia sangatlah penting artinya dalam hal mengupayakan agar tenaga kerja mau dan mampu memberikan prestasi kerjanya sebaik mungkin.Dalam hal tersebut perusahaan berkewajiban memperhatikan kebutuhan karyawannya baik yang bersifat materil maupun yang bersifat non materil.
Wujud dari perhatian, usaha serta dorongan yang dapat dilakukan oleh perusahaan terhadap karyawannya, salah satunya adalah dengan melaksanakan promosi jabatan yang objektif dan adil serta penempatan yang tepat.
Pelaksanaan promosi jabatan dimaksudkan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan agar mau bekerja dengan perilaku kerja yang baik sesuai dengan yang dikehendaki oleh perusahaan guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan dan menjamin keberhasilan perusahaan tersebut di dalam mencapai sasarannya.
Untuk memperoleh gambaran mengenai promosi jabatan, berikut ini akan dikemukakan definisi-definisi mengenai promosi jabatan menurut beberapa ahli :
Menurut Hasibuan(2002 : 108) bahwa :
“Promosi jabatan berarti perpindahan yang memperbesar wewenang dan tanggung jawab ke jabatan yang lebih tinggi di dalam suatu organisasi yang diikuti dengan kewajiban, hak, status, dan penghasilan yang lebih besar.”
Menurut Manullang (2004 : 153), yaitu :
“Promosi jabatan berarti kenaikan jabatan, yakni menerima kekuasaan dan tanggung jawab lebih besar dari kekuasaan dan tanggung jawab sebelumnya.”
Menurut Nitisemito (1996 : 81) :
“Promosi adalah proses pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain yang lebih tinggi yang selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi pula dari jabatan yang diduduki sebelumnya.”
Menurut Nasution(2000:140)
“Promosi adalah proses bergerak maju dan meningkat dalam suatu jabatan yang didudukinya.”
Menurut Siagian (1999:169) :
“Promosi adalah perpindahan pegawai dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatan hirarki jabatannya lebih tinggi dan penghasilannya pun lebih besar pula.”
Dari pernyataan-pernyataan di atas maka dapat di simpulkan bahwa promosi jabatan ditandai dengan adanya perubahan posisi ke tingkat yang lebih tinggi.Adanya perubahan tersebut menimbulkan tanggung jawab, hak, status, dan wewenang yang meningkat, serta statusnya semakin besar dan pendapatannya pun semakin besar yang disertai peningkatan fasilitas lainnya.
Pada dasarnya promosi pegawai diarahkan kepada peningkatan dari ketetapan perusahaan dalam mencapai sasaran melalui pelaksanaan promosi jabatan dimana peran pegawai tersebut memperoleh kepuasan kerja sehingga memungkinkan seorang pegawai untuk memberikan hasil kerja yang terbaik kepada perusahaan sehingga dapat ditetapkan tujuan promosi sebagaimana yang dikemukakan Hasibuan (2002 : 113), yaitu :
1. Untuk memberikan pengakuan, jabatan, dan imbalan jasa yang semakin besar kepada karyawan yang berprestasi kerja lebih tinggi.
2. Dapat menimbulkan kepuasan dan kebanggan pribadi, status sosial yang semakin tinggi, dan penghasilan yang semakin besar.
3. Untuk merangsang agar karyawan lebih bergairah bekerja, berdisiplin tinggi, dan memperbesar produktivitas kerja.
4. Untuk menjamin stabilitas kepegawaian dengan direalisasikan promosi kepada karyawan dengan dasar dan pada waktu yang tepat serta penilaian yang jujur.
5. Kesempatan promosi dapat menimbulkan keuntungan berantai (multiplier effect) dalam perusahaan karena timbul lowongan berantai.
6. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasinya yang lebih baik demi keuntungan optimal perusahaan.
7. Untuk menambah/memperluas pengetahuan serta pengalaman kerja para karyawan dan ini merupakan daya dorong bagi karyawan lainnya.
8. Untuk mengisi kekosongan jabatan karena pejabatnya berhenti. Agar jabatan itu tidak lowong maka dipromosikan karyawan lainnya.
9. Karyawan yang dipromosikan kepada jabatan yang tepat, semangat kesenangan, dan ketenangannya dalam bekerja semakin meningkat sehingga produktivitas kerjanya semakin meningkat.
10. Untuk mempermudah penarikan pelamar, sebab dengan adanya kesempatan promosi merupakan daya pendorong serta perangsang bagi pelamar untuk memasukan lamarannya.
11. Promosi akan memperbaiki status karyawan dari karyawan sementara menjadi karyawan tetap setelah lulus dari masa percobaannya.
PENILAIAN KINERJA
Pengertian Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005) penilaian kinerja adalah tinjauan formal dan evaluasi kinerja individu atau tugas tim. Sedangkan menurut Dessler(2003) penilaian kinerja adalah mengevaluasi kinerja relatif karyawan saat ini dan/atau di masa lalu terhadap standar prestasinya.
Umpan Balik 360°
Umpan balik 3600adalah metode evaluasi penilaian kinerja yang memerlukan masukan dari beberapa tingkatan dalam perusahaan dan sumber-sumber luar. Dalam metode ini, orang-orang di seluruh tingkatan memberikan penilaian, termasuk atasan, rekan kerja, bawahan, pelanggan internal dan eksternal, juga diri sendiri. Metode umpan balik 360o menyediakan ukuran yang lebih objektif untuk menilai kinerja.
Proses Penilaian Kinerja
Menurut Mondy dan Noe(2005), ada lima langkah dalam proses penilaian kinerja, yang dapat dilihat pada gambar 1. berikut ini
Proses Penilaian Kinerja
Kriteria Kinerja
Dalam menetapkan kriteria kinerja, Mondy & Noe(2005) membagi menjadi beberapa kritera,yaitu :
1. Ciri-ciri. Ciri-ciri karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif merupakan dasar untuk evaluasi.
2. Perilaku
Ketika hasil dari tugas individu sulit untuk ditentukan, organisasi dapat mengevaluasi perilaku seseorang yang terkait dengan tugas atau kompetensi.
3. Kompetensi
Kompetensi terdiri dari pengetahuan, keterampilan, sifat dan perilaku, dan berhubungan dengan keterampilan interpersonal atau berorientasi bisnis.
4. Pencapaian tujuan
Jika organisasi mempertimbangkan hasil akhir pencapaian tujuan sebagai suatu hal yang berarti, hasil pencapaian tujuan akan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi untuk dibandingkan dengan standar.
5. Peningkatan potensi
Ketika organisasi mengevaluasi kinerja karyawan, kriteria difokuskan pada masa lalu, masa sekarang, dibandingkan dengan standar.
Tanggung-jawab Penilaian
Menurut Mondy & Noe(2005) dalam kebanyakan organisasi, departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan desain dan pelaksanaan program penilaian kinerja. Orang yang mungkin ditunjuk adalah:
1. Atasan langsung.
Atasan langsung bertanggung-jawab untuk menilai kinerja karena dialah yang setiap saat dapat mengamati para karyawan.
2. Bawahan
Bawahan berada dalam posisi yang tepat untuk menilai efektivitas manajerial. Pendukung pendekatan ini percaya bahwa atasan sangat menyadari kebutuhan kelompok kerja dan dapat membuat pekerjaan lebih baik. Sebaliknya, kritikus khawatir bahwa bawahan takut akan pembalasan.
3. Peers
Kekuatan utama untuk menilai kinerja adalah rekan kerja, yang memiliki kinerja dan pandangan yang khas, terutama dalam tugas-tugas tim.
4. Evaluasi diri
Jika karyawan memahami tujuan dan kriteria untuk evaluasi, mereka memiliki posisi yang baik untuk menilai kinerja mereka sendiri.
6. Pelanggan
Organisasi menggunakan pendekatan ini karena hal ini menunjukkan komitmen terhadap pelanggan, karena karyawan adalah pemegang tanggung-jawab.
Periode Penilaian Kinerja
Evaluasi kinerja biasanya dilakukan secara berkala dalam interval waktu tertentu. Pada sebagian besar organisasi, penilaian dilakukan satu atau dua kali dalam setahun. Pada umumnya, pekerja pertama kali di evaluasi menjelang berakhirnya masa percobaan. Mengevaluasi para karyawan baru beberapa kali selama tahun pertama mereka bekerja, juga merupakan praktek yang lazim dilakukan.
Metode-metode Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005), ada tujuh metode penilaian kinerja yaitu:
1. Rating Scales
Menilai kinerja pegawai dengan menggunakan skala untuk mengukur faktor-faktor kinerja (performance factor). Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu 1 adalah yang terburuk dan 5 adalah yang terbaik. Jika tingkat inisiatif dan tanggung jawab pegawai tersebut biasa saja, maka ia diberi nilai 3 atau 4 dan begitu seterusnya untuk menilai faktor-faktor kinerja lainnya.
2. Critical Incidents
Evaluator mencatat mengenai apa saja perilaku/pencapaian terbaik dan terburuk (extremely good or bad behaviour) pegawai. Dalam metode ini, penilai harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan atau prilaku kerja yang sangat positif (high favorable) dan perilaku kerja yang sangat negatif (high unfavorable) selama periode penilaian.
3. Essay
Evaluator menulis deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan, kinerjanya pada masa lalu, potensinya dan memberikan saran-saran untuk pengembangan pekerja tersebut. Metode ini cenderung lebih memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas karyawan daripada pekerjaan atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian seperti ini sangat tergantung kepada kemampuan menulis seorang penilai.
4. Work standard
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan. Standar mencerminkan keluaran normal dari seorang pekerja yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada kecepatan atau kondisi normal. Agar standar ini dianggap objektif, para pekerja harus memahami secara jelas bagaimana standar yang ditetapkan.
5. Ranking
Penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contohnya, pekerja terbaik dalam satu bagian diberi peringkat paling tinggi dan pekerja yang paling buruk prestasinya diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi bila pekerja menunjukkan prestasi yang hampir sama atau sebanding.
6. Forced distribution
Penilai harus “memasukkan” individu dari kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Contoh para pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik ditempatkan ke dalam kategori tertinggi, 20 persen terbaik sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam kategori menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10 persen sisanya ke dalam kategori terendah. Bila sebuah departemen memiliki pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan “dipaksa” untuk memutuskan siapa yang harus dimasukan ke dalam kategori yang lebih rendah.
7. Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS)
Evaluator menilai pegawai berdasarkan beberapa jenis perilaku kerja yang mencerminkan dimensi kinerja dan membuat skalanya. Misalnya penilaian pelayanan pelanggan. Bila pegawai bagian pelayanan pelanggan tidak menerima tip dari pelanggan, ia diberi skala 4 yang berarti kinerja lumayan. Bila pegawai itu membantu pelanggan yang kesulitan atau kebingungan, ia diberi skala 7 yang berarti kinerjanya memuaskan, dan seterusnya. Metode ini mendeskripsikan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan.
Masalah-masalah dalam Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005) masalah yang berkaitan dengan penilaian kinerja adalah:
1. Kurangnya objektivitas
Salah satu kelemahan metode penilain kinerja tradisional adalah kurangnya objektivitas. Dalam metode rating scale, misalnya, faktor-faktor yang lazim digunakan seperti sikap, loyalitas dan kepribadian adalah faktor-faktor yang sulit diukur. Penggunaan faktor-faktor yang terkait dengan pekerjaan (job related factors) dapat meningkatkan objektivitas.
2. Bias “Hallo error”
Bias “Hallo error” terjadi bila penilai mempersepsikan satu faktor sebagai kriteria yang paling penting dan memberikan penilaian umum baik atau buruk berdasarkan faktor tunggal ini.
3. Terlalu “longggar” / terlalu “ketat”
Penilai terlalu “longggar” (leniency) kecenderungan memberi nilai tinggi kepada yang tidak berhak, penilai memberi nilai lebih tinggi dari seharusnya.
Penilai terlalu “ketat” (strictness) terlalu kritis atas kinerja seorang pekerja (terlalu “ketat” dalam memberikan nilai). Penilaian yang terlalu ketat biasanya terjadi bila manajer tidak mempunyai definisi atau batasan yang akurat tentang berbagai faktor penilaian.
4. Kecenderungan memberikan nilai tengah
Kecenderungan memberi nilai tengah (Central tendency), terjadi bila pekerja di beri nilai rata-rata secara tidak tepat atau di tengah-tengah skala penilaian, Biasanya, penilai memberi nilai tengah karena ingin menghindari kontroversi atau kritik.
5. Bias perilaku terbaru
Bias perilaku terbaru (recent behavior bias) , perilaku atau kinerja yang paling akhir akan lebih mudah diingat daripada perilaku yang telah lama. Penilai cenderung lebih banyak menilai kinerja yang tampak menjelang atau pada saat proses penilaian dilakukan. Seharusnya penilaian kinerja mencakup periode waktu tertentu.
6. Bias pribadi(stereotype)
Penyelia yang melakukan penilaian bisa saja memiliki bias yang berkaiatan dengan karakteristik pribadi pekerja seperti suku, agama, gender atau usia. Meskipun ada peraturan atau undang-undang yang melindugi pekerja, diskriminasi tetap menjadi masalah dalam penilain kinerja.
Karakteristik Sistem Penilaian Kinerja Yang Efektif
Menurut Mondy & Noe(2005), karakteristik sistem penilaian yang efektif, adalah:
1. Kriteria yang terkait dengan pekerjaan
Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan harus berkaitan dengan pekerjaan / valid.
2. Ekspektasi Kinerja
Sebelum periode penilaian, para manajer harus menjelaskan secara gamblang tentang kinerja yang diharapkan kepada pekerja.
3. Standardisasi
Pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada di bawah organisasi yang sama harus dinilai dengan menggunakan instrumen yang sama.
4. Penilaian yang Cakap
Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan hendaknya dibebankan kepada seseorang atau sejumlah orang, yang secara langsung mengamati paling tidak sampel yang representatif dari kinerja itu. Untuk menjamin konsistensi penilaian, para penilai harus mendapatkan latihan yang memadai.
5. Komunikasi Terbuka
Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan untuk mengetahui tentang seberapa baik kinerja mereka.
6. Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian
Setiap pekerja harus memperoleh akses terhadap hasil penilaian. Kerahasiaan akan menumbuhkan kecurigaan. Menyediakan akses terhadap hasil penilaian memberikan kesempatan karyawan untuk mendeteksi setiap kesalahannya.
7. Proses Pengajuan Keberatan (due process)
Dalam hubungannya dengan pengajuan keberatan secara formal atas hasil penilainnya, penetapan due process merupakan langkah penting.
Kegunaan Penilaian Kinerja
Menurut Mondy & Noe(2005), kegunaan dari penilaian kinerja, adalah:
1. Perencanaan Sumber Daya Manusia
2. Rekrutmen dan Seleksi
3. Pelatihan dan Pengembangan
4. Perencanaan dan Pengembangan Karir
5. Program Kompensasi
6. Hubungan Karyawan Internal
7. Penilaian Potensi Tenaga Kerja
DIKLAT
Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil
TUJUAN DIKLAT
a.Mengubah paradigma/cara pandang, mind set, pola pikir, pola sikap, dan pola tindak untuk kaya mental, mencapai kinerja yang optimal dengan mengembangkan learning organization;
b. Menumbuhkembangkan nilai – nilai moral, meningkatkan kecerdasan spiritual, menggunakan seluruh tubuh, pikiran, hati dan jiwa untuk melaksanakan tugas, yang menyatu dengan kemampuan kepemimpinan, managerial, skill dan knowledge;
c.Mengubah cultural set untuk membangun sikap, perilaku, dan management beliefts dan values aparatur;
d. Membangun karakter dan jati diri;
e. Diklat berbasis kompetensi:
-Memiliki kompetensi untuk secara optimal melaksanakan tugas jabatan yg diduduki;
-Meningkatkan kompetensi untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi;
-Memiliki kompetensi menerapkan iptek baru untuk peningkatan kinerja organisasi;
-Mengembangkan teknologi informasi (e-government) dan berbagai keterkaitannya (e-procurement, e-bidding, e-office)
BIMBINGAN TEKNIS (BINTEK)
Suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan yang biasanya berupa tuntunan dan nasehat untuk menyelesaikan persoalan/masalah yang bersifat teknis
TUJUAN BINTEK
Untuk menyelesaikan masalah/kasus yang terjadi dan dihadapi oleh para pejabat sehingga penyelesaiannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
PERBEDAAN ANTARA DIKLAT DAN BINTEK
URAIAN DIKLAT BINTEK
Pimpinan Fungsional Teknis
Substansi Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar Kompetensi Bidang Masalah/kasus Manajemen PNS
Metode Andragogi Andragogi Andragogi Tatap Muka/ Ceramah
Tenaga Pengajar Widyaiswara Widyaiswara Widyaiswara Narasumber
Pelaksana Badan Diklat Badan Diklat Badan Diklat SKPD
Kurikulum Berbasis Kompetensi Berbasis Kompetensi Berbasis Kompetensi Tidak ada
Peserta Pejabat Struktural Pejabat Fungsional Pejabat Struktural dan Fungsional Tidak ada
Tujuan Peningkatan Kompetensi
(K-S-A) Peningkatan Kompetensi
(K-S-A) Peningkatan Kompetensi
(K-S-A) Penyelesaian masalah
POLA DIKLAT SATU PINTU
n Surat Mendagri Nomor : 893.3/2176/SJ tanggal 21 September 1998, tentang Kebijaksanaan Satu Pintu dan Koordinasi dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di lingkungan Depdagri/Pemda
n Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor : 893.3/05020 tanggal 31 Maret 1999 tentang Penyelenggaraan Diklat dengan Pola Satu Pintu, di many penyelenggaraan Diklat untuk peningkatan SDM di Jawa Tengah adalah menjadi tanggung jawab DIKLAT Propinsi Jawa Tengah
n Surat Gubernur Jawa Tengah Nomor : 893.3/16079 tanggal 18 Agustus 2000 tentang penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan dengan Pola. Satu Pintu
Diklat perlu dikelola dengan ”Pola Satu Pintu" karena dua pertimbangan yaitu
o Segi manajemen, diklat satu pintu adalah untuk mencegah duplikasi program, duplikasi kelompok sasaran, menghindari pemborosan biaya menghindari pemanfaatan hasil diklat yang kurang optimal serta program diklat dapat terlaksana dan terkendali secara lebih efektif dan efisien.
o Segi teknis, karena Lembaga Diklat yang Terakreditasi telah memenuhi sarana dan prasarana diklat yang diperlukan, mempunyai program diklat baku seperti diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan dengan kurikulum, silabus dan modulnya, mempunyai tenaga pengajar profesional (widyaiswara), dan mempunyai kompetensi dalam pemberian sertifikasi
HARAPAN BERSAMA
Harapan yang ingin dicapai adalah :
1. KOORDINASI YANG LEBIH BAIK.
2. FASILITASI YANG LEBIH BAIK.
3. SINERGITAS PENYELENGGARAAN DIKLAT DAN ATAU BINTEK YANG LEBIH TERPADU.
4. SERTIFIKASI DAN REGRISTRASI SATU PINTU.
5. CAKUPAN YANG LEBIH LUAS & PROPORSIONAL SASARAN DIKLAT MELALUI : PENGANGGARAN YANG LEBIH BANYAK UNTUK PENYELENGARAAN DIKLAT
6. TERLAKSANANYA PENINGKATAN PROFESIONALISME SDM APARATUR PEM PROV.
7. PENINGKATAN KINERJA INSTITUSI & ORGANISASI UNTUK MENUNJANG KEBERHASILAN OTDA DLM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT.
0 komentar:
Post a Comment